Kuantan Singingi • H salah seorang operator alat berat yang ditangkap dan diamankan oleh kepala KPH Singingi (Abriman) pada Sabtu 13/5/2023, yang kemudian ditahan selama 4 hari, merasa hak kemerdekaannya dirampas tanpa status yang jelas.
H menyebutkan bahwa dirinya bukanlah seorang tersangka, namun dirinya ditahan selama 4 hari dan tidak bisa beraktivitas seperti biasa karena adanya sebuah proses hukum yang terkesan konyol oleh sejumlah netizen.
“Saya kan bukan tersangka, kok sampai 4 hari diamankan. Seharusnya saya bisa beraktivitas seperti hari-hari biasanya, jadi terkendala akibat status yang tidak jelas itu,” ucap H kepada awak media.
Kekonyolan disisi lain, AM Pemilik lahan lokasi tempat ditangkapnya alat berat excavator di desa sungai kelelawar oleh oknum Kepala UPT KPH Singingi, sontak membuat dia heran dan merasa ada yang aneh atas tindakan yang dilakukan oleh aparatur sipil negara tersebut.
Pasalnya, AM (pemilik tanah) yang telah memiliki berikut memperlihatkan dokumen resmi dari negara atas lahan itu, mengaku telah menggarap lahan tersebut sejak tahun 1970, namun tidak ada pihak yang memperkarakan lahan itu.
AM heran, dikarenakan secara tiba tiba status lahan yang ia steking dengan alat berat yang ditangkap oleh pihak KPH singingi itu, berubah menjadi kawasan hutan lindung bukit batabuh.
“Saya punya surat atas lahan itu sejak puluhan tahun lalu, dan tanah itu hasil garapan sendiri sekitar tahun 1970, pada waktu itu kondisinya masih hutan, maka kami tanam pohon karet di lahan itu” ucap AM kepada wartawan, Jumat 19/5/2023.
Lantas AM mencoba bertanya kepada awak media, jika memang titik lokasi lahan miliknya itu masuk ke dalam kawasan hutan lindung, kenapa pihak pemerintah selama ini tidak pernah memberi tau dirinya, bahkan pada saat AM membuat SKT atas lahan tersebut, dirinya tidak pernah ditegur.
“Kalau memang itu lahan masuk ke kawasan hutan lindung, kenapa pihak pemerintah tidak pernah memberi tau saya selama ini, dan kenapa tidak menegur saya pada waktu membuat SKT lahan tersebut” tanya AM kepada awak media.
“Kan aneh….!!! Kok tiba-tiba sekarang lahan itu dinyatakan masuk hutan lindung,” tanya AM dengan raut kebingungan.
AM menuturkan bahwa “bukan hanya dirinya seorang yang berkebun di sekitar lahan miliknya itu, melainkan hampir merata masyarakat di wilayah tersebut memiliki sebidang kebun” sementara lokasi yang saat ini di permasalahkan oleh oknum kepala KPH Singingi (Abriman) itu, digadang gadang sebagai kawasan hutan lindung.
Kemudian karena merasa lahannya tidak berada di kawasan hutan lindung, AM berniat mengubah tanaman karetnya itu menjadi tanaman berjenis buah buahan, mengingat prospek petani buah segar lebih menjanjikan.
“Saya steking kebun karet itu lantaran saya punya rencana untuk menanam berbagai jenis buah buahan, seperti Jambu madu, durian dan buah buahan yang lainnya, maka dari itu saya steking dulu, saya bersihkan dulu lahan saya itu pakai alat berat” curhat AM kepada wartawan, Jumat 19/5/2023.
Lebih lanjut AM menceritakan, baru sekitar satu hektar kebun karet yang ia steking menggunakan alat berat itu, AM dan orang sekampung dikejutkan dengan ditangkapnya alat berat yang sedang membersihkan kebunnya itu beserta dua orang warga selaku operator oleh pihak UPT KPH Singingi yang di komandoi oleh Abriman.
Merasa ada yang janggal dengan operasi penangkapan alat berat di kebunnya itu, AM dan sejumlah warga mencoba mencari tau, dan dapatlah informasi terkait penangkapan itu dari beberapa rekannya, serta beredar berita di sejumlah media online yang memberitakan bahwa lokasi lahan tersebut masuk kedalam kawasan hutan lindung bukit batabuh.
“Terkejut kami dengar kabar dan berita yang beredar, dan baru ini kami tau, padahal masyarakat sini sudah puluhan tahun berkebun disitu. Kalaulah diatas lahan milik kami sendiri saja kami tak bisa dan tak boleh bercocok tanam, lalu kami mau berkebun dimana lagi?” tanya AM dengan raut sedih.
Mendapat kabar atas penangkapan satu unit alat berat oleh pihak UPT KPH Singingi yang dipimpin oleh Abriman di salah satu kebun warga yang katanya masuk dalam kawasan hutan lindung bukit batabuh, seorang anggota DPRD Kuansing (Aldiko Putra) dapil setempat, merasa mendapatkan panggilan tugas dari masyarakatnya.
Respon cepat tanggap Aldiko Putra atas laporan masyarakat setempat, seiring dengan tupoksinya sebagai DPRD yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi kinerja aparatur pemerintah, Aldiko quick respons.
“Sebagai wakil rakyat wajar dong saya melindungi warga saya sendiri. Pada saat saya bertemu dengan kepala KPH Abriman, lalu saya tanya, kenapa alat itu ditangkap? alat itukan beroperasi di lahan masyarakat, ini surat surat lahan itu beserta identitas masyarakat yang punya kebun itu” ucap Aldiko menjelaskan peristiwa yang viral itu kepada investigasi86.
Namun ketika Abriman ditanya oleh Aldiko terkait SK yang menaikkan status lahan tersebut menjadi hutan lindung, Abriman tidak bisa menunjukkannya kepada anggota DPRD tersebut maupun kepada publik hingga berita ini dimuat.
Nah dari uraian peristiwa tersebut timbul sebuah pertanyaan, Apakah seorang aparat seperti Kepala KPH itu cukup hanya dengan mengaku sebagai kepala KPH? ditambah dengan sedikit statment bahwa “Kepala KPH berhak untuk menangkap“.
Hanya dengan begitu, apakah Kepala KPH (Abriman) sudah memiliki kekuatan hukum super ketika hendak memproses hukum seorang warga? Jika tidak, apakah ini bisa dikategorikan sebagai sebuah kekonyolan aparat dalam menjalankan tugas?
Atas peristiwa tersebut, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Kuansing (Abriman), H (28) operator alat berat yang didampingi kuasa hukumnya Citra Abdillah akan membuat laporan dan ditujukan kepada Komnas HAM, Presiden RI dan Komisi DPR RI yang membidangi serta ke Kejati Riau.
(Adr)