INVESTIGASI 86 – Pasca putusan MK, sejumlah partai dikabarkan akan merapat. NasDem dan PKB telah menggelar karpet merah menyambut kehadiran Prabowo di kantor mereka. Sedangkan PKS baru mempersiapkan karpet, namun Prabowo tidak datang ke kantor DPP PKS.
Sejumlah pihak mulai mempertanyakan kekuatan oposisi. Banyak yang mempersoalkan perilaku parpol yang berlomba merapat setelah jagoan mereka kalah Pilpres.
Tanpa oposisi, demokrasi dianggap mati. Oposisi adalah sikap poltik parpol yang menjadi lawan pemerintahan. Sementara koalisi, adalah sikap politik parpol yang pro pemerintah.
Parpol yang Beroposisi, selalu mencari celah untuk mengkritik pemerintah, dengan tujuan mencari simpati rakyat. Parpol yang Beroposisi, berorientasi pada elektabilitas, agar bisa dikonversi dengan kekuasan berupa kemenangan politik saat sampai pada Pemilu.
Sedangkan parpol koalisi, akan selalu mendukung dan membenarkan kebijakan pemerintah, kendati kebijakan itu merugikan rakyat. Dukungan parpol koalisi kepada pemerintah adalah kompensasi atas bagian kue kekuasaan yang mereka terima.
Sementara dalam Islam, tidak dikenal istilah koalisi maupun oposisi. Koalisi dan oposisi yang didasari kepentingan politik, justru diharamkan dalam Islam.
Islam mengharamkan, sikap parpol dan rakyat yang menentang penguasa saat penguasa menerapkan kebijakan yang sesuai dengan hukum Syara’. Sebaliknya, islam juga mengharamkan sikap parpol dan rakyat yang terus membela penguasa, meskipun penguasa menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum Syara’.
Dalam Islam, relasi penguasa dan rakyat (termasuk parpol), dibangun diatas dua pilar interaksi. Pertama, hubungan ketaatan pada penguasa manakala penguasa taat kepada Allah SWT. Kedua, hubungan koreksi dan muhasabah kepada penguasa, saat penguasa maksiat kepada Allah SWT.
Dalam sistem Islam, rakyat dan parpol wajib mengkritik, mengoreksi penguasa yang menghalalkan riba, judi dan miras. Karena riba, judi dan miras diharamkan syariat. Tindakan Menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT adalah maksiat, bahkan jika dengan keyakinan bahwa hukum Allah SWT tak wajib ditaati maka jatuh pada kekufuran.
Sedangkan dalam sistem demokrasi, baik mereka yang berkoalisi maupun beroposisi, tidak akan pernah menentang kebijakan menghalalkan riba, zina dan miras. Relasi sikap koalisi dan oposisi tidak dibangun berdasarkan perintah Islam, melainkan dibangun diatas asas pragmatisme (kepentingan politik materi).
Karena itu, umat Islam tak membutuhkan koalisi maupun oposisi. Melainkan, umat Islam wajib melakukan dakwah amar Ma’ruf dan Nahi mungkar, juga melakukan muhasabah lil hukam (mengontrol penguasa berdasarkan Islam).
Dakwah amar Ma’ruf nahi mungkar ditujukan kepada penguasa dan umat, agar mereka mentaati Allah SWT. Sedangkan muhasabah lil hukam hanya ditujukan kepada penguasa manakala penguasa keluar dari koridor Islam.
Adapun jika penguasa telah menerapkan Islam, maka kewajiban rakyat dan parpol adalah mentaati bahkan mendukung kebijakan penguasa.
Umat Islam tak butuh oposisi. Umat Islam, juga tak butuh demokrasi. Umat Islam wajib dakwah amar Ma’ruf nahi mungkar, melakukan muhasabah lil hukam, dan mengupayakan kekuasaan yang menerapkan Islam dalam institusi pemerintahan Islam, yakni Daulah Khilafah.
Oleh:*Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
Rubrik diatas bersumber dari channel youtube Ahmad Khozinudin