More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bangka Belitung
Berita Indragiri Hilir
Berita Kriminal
Berita Kuansing
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Hiburan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Karimun
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Lahat
Kabupaten Lahat Online
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Siak
Kesehatan
Kota Batam
Kota Dumai
Kota Manado
Lampung Barat
Maluku
Maluku Utara
Narasi dan Opini
Nusa Tenggara Barat (NTB)
Nusa Tenggara Timur (NTT)
Papua
Provinsi Aceh
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tengah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Sejarah
Video
Way Kanan
Yogyakarta

Potensi Besar Kecurangan Pemilu 2024 Didepan Mata, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis

Ilustrasi politik dinasti yang membuat rusaknya system' Demokrasi dalam bernegara.
INVESTIGASI 86 di Google News

INVESTIGASI86 • Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Usia Capres – Cawapres yang menjadi Basis Nepotisme dan Dinasti, yang dilakukan secara frontal oleh para penguasa, yang telah mempertontonkan kemunduran dan Kehancuran system’ Demokrasi di negara, serta telah mencederai Pemilu.

Baru-baru ini, Handesblatt media massa asal Jerman menyoroti langkah politik Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo yang maju sebagai Cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. Menurut Handesbaltt, pen-Cawapres-an Gibran dipandang sebagai bentuk politik dinasti yang merusak dan mematikan demokrasi di Indonesia. Sebelumnya, kondisi kemunduran demokrasi di Indonesia juga diberitakan oleh Time, media dari Amerika Serikat.

Melihat adanya peluang besar untuk terjadinya kecurangan pada saat Pemilu 2024 nanti, dan demi tegaknya Demokrasi dalam pilpres nanti, Koalisi Masyarakat Sipil bersama puluhan Organisasi dan Lembaga independen akan mengawal Pemilu 2024 nanti.

Kemunduran demokrasi di Indonesia yang menjadi sorotan dua media internasional tersebut merupakan fakta persoalan politik yang nyata terjadi dan tak terbantahkan, terutama jika mencermati dinamika politik elektoral jelang 2024.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial menjadi golden ticket khusus untuk Gibran Rakabuming Raka, adalah puncak gunung es dari kemunduran demokrasi Indonesia. Kemunduran tersebut telah banyak diangkat oleh sejumlah pakar dan analis politik baik dari dalam maupun luar negeri terutama berkaitan dengan menurunnya tingkat kebebasan sipil di Indonesia.

Secara tegas, Putusan tidak menurunkan batas usia 40 tahun yang membuka ruang bagi anak muda untuk berkarya di dunia politik, namun khusus dihadiahkan untuk Kepala Daerah dengan atribusi usia di bawah 40 tahun, dan hanya Gibran lah yang secara faktual dapat memanfaatkan golden ticket itu. Artinya, secara politik putusan itu ditujukan untuk kepentingan politik putra Presiden sendiri yakni Gibran Rakabuming Raka agar lolos menjadi bakal Cawapres.

Konflik kepentingan yang terjadi akibat Ketua MK (Paman dari Gibran) sekaligus Hakim Konstitusi yang mengabulkan Perkara No. 90 tersebut, bukan hanya melanggar kode etik dan perilaku Hakim tetapi merupakan bentuk intervensi dan manipulasi kekuasaan dalam putusan tersebut yang dilakukan secara telanjang dan terang benderang. Hal ini merupakan puncak gunung es dari kehancuran hukum dan demokrasi di Indonesia.

Kami memandang, apa yang terjadi di MK dalam putusan Perkara No. 90 tersebut, merupakan bentuk Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang terang benderang terjadi. Perkoncoan dan nepotisme dilakukan penguasa untuk kepentingan keluarga dan bukan kepentingan bangsa. Hal ini merupakan sesuatu yang bertentangan dengan semangat reformasi yang memandatkan pentingnya menolak segala bentuk nepotisme sesuai Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Praktik nepotisme antara Penguasa dan MK ini merupakan bentuk perusakan pada demokrasi dan hukum di Indonesia yang tidak bisa dibiarkan.

Dalam perspektif Pemilu, proses awal Pemilu yang diwarnai putusan MK ini tentu akan mencederai proses Pemilu yang akan dilakukan. Sedari awal kekuasaan sudah menggunakan kekuatannya untuk mengintervensi hukum dalam rangka melanggengkan dinasti politiknya. Sulit untuk dapat meraih proses pemilu yang demokratis dan hasil yang demokratis paska putusan MK. Hal itu karena sejak dini, Penguasa telah memperlihatkan dan mempertontonkan tangan tangan kekuasaan bekerja untuk mengintervensi satu lembaga yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi.

Intervensi kekuasaan pada lembaga negara lain pun sangat mungkin terjadi karena kepada MK saja hal itu sudah terjadi. Proses Pemilu sedari awal sudah cacat secara politik paska putusan MK.

Dalam realitasnya, menjelang akan berakhir masa periode jabatan yang kedua Presiden Joko Widodo semakin mempertontonkan dirinya sebagai perusak demokrasi dengan berupaya membangun “politik dinasti” yang sarat dengan praktik kolusi dan nepotisme melalui pencawapresan anaknya Gibran yang berpasangan dengan Prabowo Subianto di Pemilu 2024 nanti.

Kami menilai, kondisi kemunduran demokrasi di akhir era pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa dan tidak boleh dibiarkan terus terjadi, mengingat demokrasi merupakan capaian politik yang diperjuangkan dengan susah payah pada tahun 1998 dan harus terus dipertahankan.

Untuk merespon hal tersebut, dibutuhkan adanya bangunan gerakan pro demokrasi untuk menyelamatkan demokrasi dari kemunduran, termasuk dengan menjadikan politik elektoral sebagai momentum dan media untuk mengoreksi semua kebijakan dan langkah politik Presiden Joko Widodo yang memundurkan capaian politik Reformasi 1998 tersebut.

*Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis*

(PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, YLBHI, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI)

Narahubung:

1. Julius Ibrani (PBHI)

2. Gufron Mabruri (Imparsial)

3. Fery Kusuma (Forum for de Facto)

4. Wahyudi Djafar (Elsam)

5. M. Islah (WALHI)

6. Daniel Awigra (HRWG)

7. M. Isnur (YLBHI)

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!