Jakarta, Direktur utama (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebutkan berdasar data Bank Dunia, Indonesia butuh 9 juta tenaga kerja di bidang komunikasi dan informatika teknologi (ICT). Kekurangan tenaga kerja tersebut disebabkan oleh tingginya celah atau kesenjangan keahlian .
“Kita saat ini kekurangan dan butuh sembilan juta pekerja di sektor ICT dan ini khususnya terjadi di bidang skilled dan semi-skilled worker,” pungkasnya, dalam webinar, Senin (24/1).
“Total dari lulusan perguruan tinggi masih terbatas yang menguasai profesi yang dibutuhkan perusahaan,” lanjut Bhima.
kesenjangan keahlian sering kali disampaikan oleh dunia industri sebagai penyebab dasar untuk menyerap lulusan institusi pendidikan di Tanah Air. Bhima berkata: jika skill gap tersebut tidak segera diatasi, maka negara ini akan menjadi pasar konsumen yang amat besar dan hanya sebatas penggunaan jasa atau mengimport produk dari luar negri.
“Adapun negara yang mau mengisi skill gap di republik ini yakni India, ibu kota classicnya adalah Bengalore. Bengalore itu dimulai dari layanan komunikasi Kemudian dari situlah dikembangkan ekosistem digital, mulai sekarang kalau kita mencari talenta khusus digital, itu datangnya kebanyakan dari india yang siap,” lanjut Bhima.
Minimnya tenaga kerja yang mempunyai keahlian di bidang teknologi dan informasi menjadi sesuatu yang menyedihkan bagi pengangguran usia muda(18-35 tahun) di Indonesia yang mencapai 13,4 persen.
Grafik para pengusaha diIndonesia pun masih berada di antara tiga persen sampai dengan lima persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini dinilai kecil
Dan akan berakibat negara ini mengalami pengangguran usia muda yang cukup mengkhawatirkan dibanding lainnya. Negara yang disebut sebagai negara gagal seperti Somalia dan Suriah serta Iraq, salah satu pemicunya adalah tingkat pengangguran anak muda yang begitu tinggi. DiIndonesia 13,4 persen dan ini data sebelum adanya pandemi,” terang Bhima.
Lantas terdapat 21,4 persen generasi muda bangsa ini yang sama sekali tidak mendapatkan pelatihan,edukasi dan sertifikasi apapun.
“Dan juga ada 21,4 persen anak-anak muda yang tidak memiliki pelatihan apapun. Jadi, tidak punya keahlian apapun, hanya yang mengikuti pendidikan kebanyakan adalah yang sifatnya dasar dengan kurikulum yang sudah ditentukan,” lanjut dia.
Bermodalkan skill gap digital yang masih sangat besar di Indonesia, masih diperlukan keselarasan antara perguruan tinggi,agar bisa memenuhi kebutuhan industri digital yang terus berkembang di negara ini.
“Jadi ini PR kita harus catch-up dengan digitalisasi dan apa relevansinya dengan tempat mereka belajar , seperti magang, kerja sama penelitian, kalau bisa dijalankan dengan maksimal itu akan sangat bagus sekali untuk mengisi skill gap sembilan juta orang di bidang digital,” tandasnya.
Dikutip dari: cnnindonesia