Ivestigasi86.com – Soe, TTS – Di tengah maraknya wacana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di berbagai wilayah Indonesia, wacana pemekaran Kabupaten Amanatun dari induknya, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali mengemuka. Figur sentral di balik gerakan ini, Egusem Pieter Tahun mantan Bupati TTS yang akrab disapa Epy menegaskan bahwa pemekaran Amanatun bukan sekadar retorika politik, melainkan suatu keniscayaan yang lahir dari kebutuhan objektif dan mendesak masyarakat.
Dalam wawancara eksklusif bersama Investigasi86.com pada Selasa (22/4/2025), Epy menjelaskan bahwa luasnya wilayah Kabupaten TTS yang disertai pertumbuhan jumlah penduduk tidak diimbangi oleh kapasitas fiskal yang memadai. Kondisi ini, menurutnya, telah menciptakan ketimpangan dalam pelayanan publik dan pembangunan antarkawasan.
“Luas wilayah TTS sangat besar, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, sementara kemampuan anggaran daerah sangat terbatas. Ini realitas yang tak bisa disangkal. Maka, pemekaran Amanatun bukan lagi opsi, tetapi sudah menjadi keharusan,” tegasnya.
Lebih jauh, Epy menekankan bahwa pemekaran bukan sekadar agenda elitis, melainkan harus menjadi gerakan kolektif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat—tokoh adat, tokoh agama, pemerintah daerah, hingga legislatif di semua tingkatan.
“Kalau kita serius bicara soal pemekaran, maka semua pihak—baik pemda kabupaten, pemerintah provinsi, hingga DPRD di tiap level—harus menyisihkan anggaran dalam APBD masing-masing. Tidak bisa hanya berhenti di wacana. Harus ada tindakan nyata, termasuk pembentukan panitia resmi yang inklusif dan representatif,” ujarnya.
Komitmen Epy terhadap pemekaran Amanatun tidak hanya berhenti pada tataran ideologis. Ia memaparkan bahwa seluruh kajian yang bersifat teknis, administratif, hingga politis telah disiapkan secara matang. Bahkan, hasil kajian ilmiah dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan bahwa Amanatun merupakan satu-satunya calon DOB di NTT yang telah memenuhi seluruh persyaratan.
“Kajian dari UI dan UGM menyatakan dengan jelas bahwa Amanatun layak dimekarkan. Dari segi data, kita paling lengkap. Tidak ada konflik internal, dan semua persyaratan administratif telah terpenuhi. Presentasi ke Gubernur, Kemendagri, DPR RI, hingga DPD RI pun telah dilakukan,” imbuhnya.
Dengan pengalaman panjang sebagai kepala daerah, Epy memahami bahwa proses pemekaran harus dijalankan dengan kehati-hatian, namun tidak boleh stagnan. Ia bahkan membandingkan Amanatun dengan wilayah lain seperti Amanuban, yang menurutnya belum memiliki inisiatif dan kesiapan yang memadai untuk mengajukan diri sebagai DOB.
Amanatun, lanjutnya, telah memiliki batas wilayah resmi yang ditetapkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), yang menjadi syarat krusial dalam tahapan pemekaran.
“Kita tidak bisa terus menunggu. Masyarakat di wilayah selatan TTS sudah terlalu lama berada dalam kondisi ketimpangan akses dan pembangunan. Kini adalah waktu yang tepat untuk menghadirkan keadilan yang nyata,” tandasnya.
Dengan nada tenang namun penuh keyakinan, Epy Tahun menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa keterlibatannya dalam gerakan pemekaran bukan didorong nostalgia masa jabatan, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap tanah kelahirannya.
“Bagi saya, pemekaran Amanatun bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari sebuah harapan baru,” pungkasnya.