Pajak memainkan peran krusial sebagai pilar utama dalam menopang pembangunan nasional, terutama dalam era digital yang semakin berkembang. Digitalisasi mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan model bisnis baru, meningkatkan efisiensi dan memperluas akses pasar. Namun di balik berbagai peluang yang dihadirkan, globalisasi dan ekonomi digital juga menghadirkan tantangan signifikan dalam sistem perpajakan.
Dalam beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah secara mendasar wajah ekonomi global. Era digital kini menawarkan berbagai peluang baru, mulai dari e-commerce hingga layanan berbasis platform seperti ride-hailing, streaming dan cloud computing. Namun dibalik peluang-peluang tersebut, terdapat tantangan besar dalam mengatur dan memajaki aktivitas ekonomi digital yang sering kali melintasi batas negara.
Tantangan Pajak dalam Ekonomi Digital
Salah satu tantangan utama dalam pajak ekonomi digital adalah munculnya model bisnis baru yang tidak selalu memerlukan kehadiran fisik di setiap negara. Pada model tradisional, perusahaan dikenakan pajak di negara tempat mereka memiliki kantor atau fasilitas fisik. Namun di era digital, perusahaan dapat meraih pendapatan signifikan dari pengguna di negara lain tanpa harus memiliki kehadiran fisik di sana.
Perusahaan digital multinasional, seperti Google dan Facebook, seringkali dapat menghasilkan pendapatan besar di negara lain tanpa membayar pajak yang sebanding, sehingga beberapa negara mulai menuntut agar pajak dikenakan berdasarkan tempat konsumen berada. Solusi seperti kebijakan global yang diajukan oleh OECD melalui Pillar One dan Pillar Two, serta pemanfaatan teknologi seperti blockchain dan kecerdasan buatan untuk pemungutan pajak, menjadi langkah penting untuk menyelesaikan masalah ini. Kolaborasi internasional juga diperlukan untuk memastikan bahwa sistem perpajakan dapat menanggapi tantangan ekonomi digital secara adil dan efisien.
Lebih jauh lagi, globalisasi memperburuk permasalahan ini. Perusahaan multinasional sering memanfaatkan celah hukum dan perbedaan kebijakan pajak di berbagai negara untuk mengurangi kewajiban pajak mereka. Dengan praktik-praktik seperti transfer pricing atau pengalihan keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah (tax havens), mereka mampu menekan beban pajak secara signifikan.
Salah satu tantangan utama adalah bagaimana memajaki perusahaan-perusahaan digital yang beroperasi lintas negara. Perusahaan teknologi besar seperti Google, Amazon, dan Facebook sering kali memanfaatkan perbedaan aturan pajak antarnegara untuk meminimalkan kewajiban pajak mereka. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah base erosion and profit shifting (BEPS). Perusahaan-perusahaan ini dapat mencatatkan pendapatan di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah meskipun kegiatan ekonominya terjadi di negara lain. Hal ini menyebabkan banyak negara kehilangan potensi pendapatan pajak yang signifikan.
Tantangan Implementasi di Indonesia
Sebagai salah satu negara dengan populasi digital terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan serupa. Dengan semakin banyaknya pengguna internet dan meningkatnya penembusan layanan digital, pemerintah berupaya mengadaptasi kebijakan perpajakan agar sejalan dengan dinamika ekonomi digital. Salah satu langkah yang telah diambil adalah pengenaan pajak atas transaksi digital, seperti PPN untuk barang dan jasa digital dari luar negeri, yang mulai diterapkan sejak tahun 2020.
Namun tantangan dalam implementasi tetap ada. Pertama, mekanisme pemungutan pajak dari perusahaan asing sering kali rumit, terutama ketika perusahaan tersebut tidak memiliki perwakilan resmi di Indonesia. Kedua, ada potensi konflik dengan negara asal perusahaan, yang mungkin merasa kehilangan pendapatan pajak akibat kebijakan ini.
Dengan pendekatan yang tepat dan kerjasama yang lebih kuat lintas negara, diharapkan tantangan-tantangan ini dapat diatasi, sehingga ekonomi digital dapat berkembang secara berkelanjutan dan adil bagi semua pihak.
Di sisi lain, Indonesia perlu memastikan bahwa kebijakan perpajakan yang diimplementasikan tidak menghambat pertumbuhan ekonomi digital lokal. Startup dan UMKM yang bergerak di ranah digital, yang menjadi pendorong utama inovasi dan penciptaan lapangan kerja, harus mendapatkan insentif.
Kesimpulan
Era ekonomi digital membawa tantangan tersendiri bagi sistem perpajakan global, termasuk di Indonesia. Namun, tantangan ini sekaligus membuka peluang untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan responsif. Melalui kerja sama internasional yang solid, inovasi teknologi dalam administrasi pajak, serta kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital, Indonesia dapat memaksimalkan potensi pendapatan pajak sambil menjamin kesinambungan perkembangan ekonomi digital.
Pada akhirnya, perpajakan di era ekonomi digital bukan sekadar tentang peningkatan pendapatan negara, melainkan juga tentang menciptakan keadilan dalam ekosistem ekonomi global yang semakin terhubung.
Oleh: Jelita Octa Rizky