Tapanuli Selatan • Maraknya kasus peredaran obat-obatan yang menimbulkan problema saat ini seharusnya menjadi barometer bagi pemerintah daerah dalam pengawasan terutama sebelum obat-obatan maupun alat kesehatan tersebut di lelang atau ditenderkan.
Dinas Kesehatan Tapsel dalam hal ini sebagai ikon sentralisasi kesehatan bagi warga dan masyarakat di tapsel juga diminta lebih efektif dalam pengawasan dan pengelolaan anggaran yang telah dikucurkan pemerintah pusat.
Untuk diketahui Dinkes Tapsel menerima alokasi dana DAK Non Fisik T.A 2021 sebesar Rp.1.217.243 untuk kegiatan Jampersal dan Rp.489.559 untuk pengawasan obat dan makanan.
Seterusnya di T.A 2022 Dinkes Tapsel juga menerima Rp.237.050 untuk Jampersal dan Rp.406.876 untuk Pengawasan obat dan makanan.
Nah, yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang melaksanakan kegiatan tersebut, ujar A.Nas (15/12).
“Jika UPT yang melaksanakan apakah mereka telah mempunyai sertifikasi untuk melelang barang tersebut”.
Kalau Dinkes yang melaksanakannya bagaimana mekanismenya, cetus A.Nas.
“Diketahui sejak keluarnya peraturan pengelolaan dana kapitasi harus berpedoman kepada peraturan bupati dan surat keputusan bupati nomor 188.45/40/KPTS/2019. Yang mana alokasi tersebut dipergunakan 60% untuk jasa pelayanan, 15% untuk obat, alat kesehatan dan bahan habis pakai dan 25% untuk operasional lainnya”.
Adapun dana jaminan persalinan tersebut tidak diketahui untuk berapa kuota penerima dan siapa yang berhak menerima, ungkap A.Nas.
Untuk realisasi penggunaan anggaran jaminan persalinan yang merupakan persoalan urgensi yang harus dikelola dengan baik dan tepat sasaran, karena ini menyangkut nyawa ibu dan anak, tegas A.Nas.
Begitu juga dengan tentang Pengawasan obat dan makanan minuman yang diduga tidak berjalan optimal.
Saat dikonfirmasi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan melalui pesan WhatsAp tidak ada jawaban sampai berita ini diterbitkan.(AA)