SOE, INVESTIGASI86.COM β Ketua Forum Peduli Demokrasi TTS (FPDT), Doni Tanoen, SE, angkat suara keras menyoroti pernyataan anggota DPRD Kabupaten TTS, Sefriths Nau, yang menyebut bahwa dana pokok pikiran (Pokir) tidak harus digunakan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.
Menurut Doni, pernyataan tersebut bukan hanya keliru, tapi juga bertentangan langsung dengan prinsip dasar dan landasan hukum penggunaan dana Pokir yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.
βKami sangat menyayangkan pernyataan itu. Dana Pokir adalah bentuk nyata dari aspirasi rakyat di dapil, bukan alat untuk proyek pribadi atau kepentingan politik tertentu,β tegas Doni kepada Investigasi86.com, Senin (27/10/2025).
Doni mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan salah satu fungsi DPRD adalah menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang diperoleh saat reses atau kunjungan di dapil masing-masing.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, Pasal 178 ayat (1), menyebut bahwa Pokok Pikiran DPRD merupakan hasil aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam dokumen resmi DPRD dan disampaikan kepada kepala daerah melalui Bappeda untuk diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan daerah (RKPD).
βJadi, jelas secara hukum, Pokir itu harus untuk kepentingan masyarakat di dapil β bukan di luar, apalagi untuk agenda pribadi,β ujar Doni menegaskan
Lebih jauh, Doni menyinggung praktik penggunaan dana Pokir oleh sejumlah anggota DPRD yang diduga dialihkan ke proyek atau kegiatan di luar dapil.
Ia mencontohkan dugaan penyalahgunaan pada Turnamen Tenis Meja DPRD Cup II Tahun 2025, yang disebut-sebut menggunakan dana Pokir lintas dapil.
βAda anggota DPRD yang mengaku ikut mencari Pokir untuk kegiatan DPRD Cup II ini. Pertanyaannya: mereka saling membantu atau saling mengamankan?β sindir Doni tajam.
Menurutnya, dalam mekanisme resmi, panitia kegiatan olahraga seharusnya mengajukan proposal ke Dinas Pemuda dan Olahraga serta KONI, bukan langsung ke anggota DPRD atau bahkan ke cabang olahraga (cabor) tertentu.
βAnggaran harus realistis sesuai kebutuhan. Lihat saja kasus PTMSI yang ajukan Rp440 juta, tapi yang digunakan hanya Rp57 juta. Sisanya ke mana?β tanya Doni dengan nada geram.
Doni menyebut pihaknya tidak akan tinggal diam. FPDT akan segera melaporkan dugaan penyimpangan dana Pokir ini ke Kejaksaan Negeri TTS untuk ditindaklanjuti secara hukum.
βKami melihat ada pola korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi indikasi kejahatan anggaran,β tegasnya.
Doni juga menyinggung kejanggalan moral di balik kasus ini β di saat masyarakat Kabupaten TTS masih bergulat dengan kemiskinan ekstrem, stunting, gizi buruk, dan penderitaan korban bencana longsor di Oeβleu dan Kuatae, justru ada oknum DPRD yang menggunakan anggaran untuk proyek elitis yang tidak menyentuh rakyat.
βPertanyaannya sederhana: siapa di antara mereka yang mau mengalokasikan Pokirnya untuk korban bencana dan rakyat miskin? Jangan bangun narasi pembenaran untuk menutupi kesalahan!β ujar Doni lantang.
Menutup keterangannya, Doni Tanoen mendesak seluruh anggota DPRD TTS untuk kembali pada fungsi representatif dan moralitas publik.
Dana Pokir, katanya, adalah amanat rakyat β bukan fasilitas politik.
βKami ingin tegaskan: hentikan penyalahgunaan dana Pokir! DPRD bukan panggung bisnis, tapi wakil rakyat yang wajib bekerja untuk kesejahteraan masyarakat di dapilnya masing-masing,β pungkas Doni.
Investigasi86.com akan terus menelusuri dan mengawal perkembangan laporan FPDT ke Kejaksaan Negeri TTS terkait dugaan penyimpangan dana Pokir DPRD TTS, termasuk aliran dana untuk kegiatan DPRD Cup II. Publik menanti transparansi β sebab di tengah penderitaan rakyat, setiap rupiah anggaran adalah nyawa harapan masyarakat TTS.




