Gunung Semeru kembali menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Pagi tadi, Kamis 24 Juli 2025, sekitar pukul 07.09 WIB, letusan tercatat menyemburkan kolom abu setinggi 1.000 meter dari puncaknya. Warna abu bervariasi antara putih hingga kelabu pekat, terbawa angin ke arah timur laut dan tenggara, membayangi beberapa kawasan di lereng gunung yang padat penduduk.
Data dari Pos Pemantauan Gunung Semeru mencatat amplitudo letusan sebesar 22 mm dengan durasi gempa selama 214 detik. Aktivitas vulkanik dalam 24 jam terakhir juga menunjukkan peningkatan signifikan, dengan total 39 kali letusan yang terekam seismograf. Meski status gunung masih berada pada Level II atau Waspada, tren aktivitas yang padat ini menuntut kewaspadaan lebih tinggi dari warga dan pemerintah daerah.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mengeluarkan peringatan resmi untuk tidak melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara gunung, khususnya sepanjang aliran Besuk Kobokan, dalam radius 8 kilometer dari puncak. Selain itu, radius 3 kilometer dari kawah utama juga dinyatakan terlarang karena rawan terkena lontaran material pijar dari kubah lava aktif.
Ancaman lahar hujan juga kembali menghantui kawasan di lereng selatan. Potensi hujan lokal di sekitar puncak dapat memicu aliran lahar dingin yang membawa material vulkanik panas melalui sungai-sungai seperti Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat. Warga di bantaran sungai diminta tidak lengah dan selalu siaga jika terjadi perubahan cuaca mendadak.
Mukdas Sofian, petugas Pos Pemantauan Semeru di Gunung Sawur, menyampaikan bahwa pemantauan terus dilakukan secara intensif selama 24 jam penuh. Ia menegaskan bahwa meski letusan masih dalam kategori sedang, peningkatan aktivitas magma di perut gunung tidak boleh diremehkan. “Kami terus laporkan secara berkala ke BPBD dan meminta masyarakat hanya mengikuti informasi resmi,” ujarnya.
Sementara itu, warga di kawasan rawan seperti Desa Supit Urang dan Curah Kobokan mulai bersiap dengan masker, tas darurat, dan radio komunikasi. Pengalaman pahit saat erupsi besar tahun 2021 silam membuat mereka kini lebih sigap menghadapi situasi serupa. “Kami sudah biasa dengan abu tipis. Tapi kalau dengar sirine atau perintah evakuasi, langsung bergerak,” kata Mbah Karni, warga setempat.
Gunung Semeru, yang merupakan stratovolcano tertinggi di Pulau Jawa, memang memiliki sejarah panjang aktivitas vulkanik. Berdiri di atas pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia, Semeru dikenal memiliki pola letusan berulang dan cukup teratur. Menurut data Global Volcanism Program Smithsonian Institution, gunung ini mengalami erupsi bulanan sejak puluhan tahun terakhir.
Kondisi geografis dan geologis Semeru menjadikannya sebagai ancaman alam yang tidak bisa diprediksi secara pasti. Oleh karena itu, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk terus memperkuat sistem mitigasi, memperbarui jalur evakuasi, serta meningkatkan literasi kebencanaan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan rawan bencana.
Pemerintah daerah bersama BNPB dan BPBD terus berkoordinasi untuk memastikan seluruh warga terdampak menerima informasi secara cepat dan akurat. Peralatan peringatan dini, logistik darurat, serta pos pengungsian telah dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan terburuk jika intensitas letusan meningkat dalam beberapa hari ke depan.
Semeru kembali mengingatkan bahwa alam tak pernah tidur. Dalam hening lereng dan tenangnya langit pagi, ada gejolak di dalam perut bumi yang menanti untuk disalurkan. Keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas, dan kewaspadaan tidak boleh dikendurkan. Bencana tidak bisa dicegah, tapi dampaknya bisa diminimalkan dengan kesiapsiagaan yang tepat.
Oleh: Ahmad Marzuki
Kontributor independen untuk isu sosial-ekologis.