Investigasi86.com – Usai membuat pengakuan polemis siap pasang badan untuk LGBTQ, kini Ketua Umum Partai Rakyat, Arvindo Noviar kembali buat gaduh.
Arvindo Noviar lewat ciutannya di sosial media Twitter menyebutkan jika Nabi Muhammad Saw aslinya bukan turunan orang Arab.
Menurut ketua umum Partai Rakyat itu, jika Nabi Muhammad Saw diarab-arabkan atau terarabkan.
“Walau sebenarnya Rasulullah Muhammad SAW aslinya bukan turunan arab kok. Beliau diarabkan atau terarabkan”, catat Arvindo Noviar, diambil dari ciutannya di account @arvindonoviar, Minggu 29 Mei 2022.
Lalu, ciutan Arvindo Noviar itu diserang oleh warganet yang tidak sama pendapat dengan ketua umum Partai Rakyat itu.
“Astagfirullah belajar dmn sich kau bung. Ank2 Tk aj tahu klo Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ialah org arab asli, suku qurays turunan terang..Mkny coba baca shiroh agar tahu riwayat Rasulullah.. Malu2in. Bhkn org yahudi dn Nasrani aj tahu bgt klo nabi org Arab asli…”, komentar Warganet.
“Anda jika membuat penilaian masukkan alasan dan referensinya, saya ingin belajar. Monggo pak saya nantikan lanjutannya riwayat kelahiran Rasulullah SAW @arvindonoviar“, komentar Warganet.
Awalnya, Arvindo Noviar membuat pengakuan yang ke arah ke support kehadiran LGBTQ, hingga dalam masalah ini, ia akan menuntut siapa saja yang mengkriminalisasi LGBTQ.
Arvindo Noviar memperjelas jika dianya akan menuntut berulang-kali ke siapa saja yang mengusik LGBTQ dan keanekaragaman gender. Menurut dia, faksi yang mengkriminalisasi tidak pahami Pancasila.
“Siapa saja yang ingin mengkriminalisasi keanekaragaman gender tentulah tidak pahami Pancasila dan tidak mempunyai rasa hayat riwayat!.”, catat Arvindo Noviar.
“Yang mencoba kriminalisasi LGBTQ+ keanekaragaman gender akan saya tuntut berulang-kali. Liberalisme (cuma) dibolehkan di ruangan private”, sambungnya.
Disamping itu, ia menyentuh beberapa cendekiawan dan cendikiawan Indonesia untuk memperlihatkan data demografi LGBTG yang berada di Indonesia.
Ketua umum Partai Rakyat itu menyebutkan jika jalan keluar apa yang perlu diberi untuk beberapa LGBTQ bila beberapa cendikiawan saja tidak sanggup memperlihatkan data demografi LGBTQ.
“Ke kalian beberapa cendekiawan dan intelektual, berdasar dari data demografi, berapakah jumlah LGBTQ+ yang berada di Indonesia? Bila kalian kira LGBTQ+ ialah permasalahan, lalu jalan keluar apa yang cukup tepat bila data demografi saja kita tidak punyai?”, catat Arvindo Noviar.
(idpost)