Tulang Bawang _ Lampung
Aroma rekayasa tender kian menyengat dari proyek pembangunan Gedung Cathlab dan renovasi Gedung Bedah Sentra di RSUD Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. Proyek bernilai Rp10,197 miliar ini diduga bukan sekadar program pelayanan publik, melainkan arena permainan elit yang dikendalikan pihak berpengaruh di lingkaran kekuasaan daerah.
Berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi awak media menunjukkan, proyek dengan pagu anggaran Rp10,296 miliar ini dimenangkan oleh CV. Amar Afifah Perdana, dengan PT. Tunas Nusantara Konsultan sebagai pengawas.
Waktu pelaksanaan 130 hari kalender, sejak 22 Agustus hingga 29 Desember 2025. Namun di balik data resmi itu, muncul dugaan kuat bahwa tender ini hanya formalitas.
“Yang jalan itu bukan CV-nya Riki. Semua sudah diatur dari atas. Riki cuma dipakai nama. Semuanya dikendalikan Rudi — adik istri Bupati,” ungkap sumber internal kepada tim investigasi.
Sumber lain menegaskan bahwa penurunan harga tender kali ini hanya sekitar 0,96 persen dari pagu, jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 10–20 persen. Hal ini menandakan minimnya persaingan sehat, bahkan mengarah ke rekayasa sistemik dalam proses tender.
Senin, 3 November 2025 — saat tim media melakukan peliputan langsung di lokasi proyek RSUD Menggala, pengawas proyek bernama Sukir Titis justru menghalangi kerja jurnalis yang tengah menjalankan tugas kontrol sosial.
“Kami dihalangi saat hendak meliput. Katanya perintah dari Sukir. Ini jelas penghalangan kerja pers.” Tegas salah satu jurnalis di lokasi
Atas hal itu melanggar Pasal 4 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang menjamin kebebasan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Penghalangan tersebut memperkuat dugaan bahwa proyek ini tidak dikelola secara transparan, bahkan terindikasi ada yang ingin menutup fakta sebenarnya dari publik.
Tindakan tersebut tidak hanya melanggar etika pemerintahan terbuka, namun juga dapat dijerat pidana karena menghambat kerja jurnalistik dan menghalangi hak masyarakat untuk memperoleh informasi.
Peristiwa ini memperkuat dugaan bahwa proyek tersebut tidak dikelola secara transparan, bahkan ada upaya menutup fakta sebenarnya dari publik.
Lebih janggal lagi, papan proyek RSUD Menggala tidak mencantumkan sumber dana (APBD/APBN/DAK), yang seharusnya menjadi bagian dari keterbukaan informasi publik. Hal ini jelas melanggar UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Padahal papan proyek itu hanya menuliskan, Nama pekerjaan: Pembangunan Gedung Cathlab & Renovasi Gedung Bedah Sentra
Nilai Kontrak: Rp10.197.809.515,27
Pelaksana: CV. Amar Afifah Perdana
Konsultan Supervisi: PT. Tunas Nusantara Konsultan
Durasi: 22 Agustus – 29 Desember 2025
Tanpa penjelasan sumber dana, publik pun bertanya — dari mana asal uang proyek ini sebenarnya?
Tokoh masyarakat Menggala, sekaligus tim media ini Joni, bersuara lantang menuntut ketegasan aparat hukum. “Kalau sudah ada dugaan pengondisian, kami tidak akan tinggal diam. Uang masyarakat jangan dibawa keluar daerah. Kalau tidak ada klarifikasi, saya akan lapor langsung ke Kejati Lampung,” ujarnya tegas.
Hingga berita ini diturunkan, pihak-pihak terkait seperti Direktur RSUD Menggala, Dinas Kesehatan, dan Pokja ULP belum memberikan tanggapan resmi. Dalam konfirmasi singkat melalui WhatsApp, Direktur RSUD Menggala hanya menjawab, “Mohon doa dan dukungan agar RSUD Menggala bisa maju dengan tata kelola yang baik dan berintegritas.”
Namun pernyataan normatif itu belum menjawab dugaan publik soal rekayasa tender dan penyalahgunaan wewenang.
Jika benar terjadi persekongkolan atau penyalahgunaan jabatan, maka dapat dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), tentang perbuatan memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara, dan penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik.
Kini, mata publik tertuju ke Kejati Lampung, BPK, dan KPPU — lembaga yang diharapkan mampu membongkar siapa yang bermain di balik proyek yang seharusnya menjadi simbol pelayanan kesehatan rakyat, bukan ladang keuntungan kelompok elit.
“RSUD Menggala seharusnya jadi rumah bagi penyembuhan, bukan panggung permainan anggaran.”(RED)***





