TTS _ NTT
Komunitas Rimpaf Timor Tengah Selatan (Rimpaf TTS) menilai rencana Pemerintah Kabupaten TTS untuk membangun flyover dan jembatan penyeberangan orang (JPO) di sejumlah titik strategis di Kota Soe sebagai langkah yang tidak tepat prioritas dan tidak menjawab kebutuhan mendesak masyarakat TTS saat ini.
Ketua Rimpaf TTS, Honing Alvianto Bana, menyebut rencana tersebut sebagai “pembangunan yang elitis”, yang lebih menonjolkan citra dan tampilan kota daripada menyentuh akar persoalan sosial yang nyata di tengah masyarakat.
“Pemerintah seolah berlomba membangun infrastruktur megah di pusat kota, padahal di pelosok-pelosok TTS masih banyak anak yang berhenti sekolah karena tak punya ongkos, masih banyak perempuan dan anak jadi korban kekerasan, dan masih banyak anak-anak dibawah umur yang dipaksa menikah sebelum waktunya,” tegas Honing, Selasa (14/10/2025)
Menurut Rimpaf TTS, pembangunan flyover dan JPO memang bisa memperindah wajah kota, tetapi tidak menjawab “wajah luka sosial” yang justru menjadi tantangan terbesar TTS hari ini.
Data dan laporan lapangan menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di TTS masih tinggi, dan banyak kasus tidak tertangani karena minimnya layanan pendampingan dan rumah aman.
Di sisi lain, angka putus sekolah juga masih mengkhawatirkan, terutama di wilayah pedesaan yang jauh dari pusat kota. Banyak anak meninggalkan bangku sekolah karena faktor ekonomi dan budaya. Sementara itu, perkawinan dini terus menjadi lingkaran setan kemiskinan yang menghancurkan masa depan generasi muda TTS.
“Kalau pemerintah serius mau membangun TTS, maka bangun dulu manusia TTS. Bangun sekolah yang layak, pastikan guru dan tenaga kesehatan tersedia di desa-desa, perkuat perlindungan perempuan dan anak, dan hadirkan Perda masyarakat adat yang melindungi hak-hak mereka,” lanjut Honing.
Rimpaf TTS menilai bahwa tanpa arah pembangunan yang berpihak pada rakyat kecil, proyek-proyek fisik seperti flyover dan JPO hanya akan menjadi simbol kesenjangan baru.
“Kita tidak menolak pembangunan. Tapi pembangunan yang tidak berpijak pada realitas sosial rakyat hanya akan jadi monumen kebanggaan semu. Kota Soe tidak butuh flyover untuk difoto, tapi butuh jembatan sosial yang menghubungkan pemerintah dengan rakyatnya,” tegasnya lagi.
Rimpaf TTS juga mengatakan bahwa pembangunan seperti itu menunjukkan arah pembangunan yang keliru, karena lebih menonjolkan aspek fisik dan simbolik daripada menjawab masalah sosial yang menahun di TTS.
“Jika tujuan pemerintah adalah memperindah wajah kota, maka alangkah lebih baik memperbaiki dan menata taman kota yang ada, memperluas ruang terbuka hijau, serta membenahi manajemen sampah yang sampai saat ini belum jelas dan efektif,” tegas Honing.
Rimpaf TTS mendesak Pemda TTS agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah pembangunan daerah, dan memastikan setiap program yang dijalankan menjawab masalah nyata: kekerasan terhadap perempuan dan anak, kemiskinan, akses pendidikan, kesehatan, dan perlindungan masyarakat adat.
“Mari berhenti membangun kebanggaan kosong. Saatnya membangun keadilan sosial,” tutup Honing Alvianto Bana.