SoE, INVESTIGASI86.COM – Suasana hening menyelimuti halaman Sonaf Sonanek Amanuban di Niki-Niki, Sabtu (27/9/2025) siang itu. Di bawah naungan pohon-pohon tua yang menjadi saksi perjalanan panjang kerajaan Amanuban, ratusan tokoh adat dan keluarga besar berkumpul. Mereka datang dari berbagai penjuru, dari Desa Hane hingga Fatukopa, demi satu tujuan: menata kembali persatuan Amanuban yang sempat goyah akibat polemik pelantikan Jonathan Nubatonis sebagai Raja Amanuban.
Hadir dalam pertemuan adat itu unsur Moen Ha batan Fafon (Nuban Nubatonis Tenis Asbanu) dan Moen Ha batan Pinan (Fina Puai Tunu Nomnafa). Sejumlah fetor pun tampak hadir: Fetor Noeliu M.O. Nakamnanu, Fetor Noemuke dari keluarga Babys, dan Fetor Noebeba dari keluarga Nabuasa. Dari kalangan Oof hadir Falas Ridwan Asbanu dan Ruben Asbanu , Tetaf Loto (Halatnana) Musa Faot, SH, Habel Hitarihun, dan keluarga Faot dari Hane dan Oof Pene Yunus Nitbani. Tidak ketinggalan Meo Unu Sae dan Bako sebagai Nai Feto, Anaamnes Fatukopa dari keluarga Meta Fatukopa, keluarga besar Nope di Oemofa, Basmuti, dan Babuin, serta Meo Supul Habel Betty dan Supul Nai Yulius Nubatonis.
Semua hadir dengan wajah serius. Suasana pertemuan adat ini terasa khidmat, mencerminkan pentingnya agenda yang sedang dibicarakan.
Acara dimulai dengan doa adat, dipimpin penuh kekhusyukan. Setelah itu, tibalah momen yang paling ditunggu: penyampaian permintaan maaf dari pihak Sonaf Amanuban. Ketika “Oko Mama (tempat sirih)”di taruh atas meja dihadapan para pemimpin suasana menjadi hening. Ketika Yulius Banamtuan (Keluarga Nope dari Babuin), selaku juru bicara kerajaan Amanuban itu bangkit berdiri di dampingi oleh Pina Ope Nope dan menyampaikan kata-katanya dengan suara lantang.
> “Permintaan maaf ini lahir dari kesadaran kolektif keluarga besar Nope terkait peristiwa ini. Kami menyadari kami lengah dan mengakui tidak sepenuhnya mengawasi tindak tanduk salah satu anak dalam di Sonaf sehingga terjadi keteledoran ini. Peristiwa ini sangat melukai hati kita semua terutama para leluhur yang telah banyak berkorban bagi Amanuban” ucap Yulius dengan nada penuh penyesalan, disaksikan seluruh tokoh adat yang hadir.
Kata-kata itu bagai angin segar yang menyejukkan hati para hadirin. Sebab, inilah pengakuan terbuka dari pihak Sonaf bahwa ada kelalaian yang telah menimbulkan polemik besar di tengah masyarakat Amanuban.
Setelah Yulius Banamtuan menutup pernyataannya, giliran tokoh adat memberikan tanggapan. Oof Neontes Tetaf Loto Musa Faot, SH mengambil “Oko Mama” dan menaruhnya di depan anak-anak Raja Nope lalu duduk bersimpuh mewakili tua-tua adat yang hadir. Dengan suara lantang dan tegas, ia menyampaikan pandangan yang menggugah seluruh hadirin.
> “Walau ada upaya untuk menebang Nunuh Banam ma lete Banam, tetapi kami semua masih setia kepada Nope sebagai sufan fuan (keturunan) dari beringin besar Amanuban. Sehingga ini bukan kesalahan di Sonaf saja, melainkan kelemahan kita semua sebab sudah sangat lama ini kami telah melupakan Sonaf Niki-Niki. Karena itu, sudah saatnya kita bersama-sama membangun kembali baki (pagar) Amanuban yang hendak diruntuhkan,” tegas Musa Faot, disambut anggukan setuju dari banyak tetua adat yang hadir.
Pernyataan itu menjadi semacam janji bersama. Ia menegaskan bahwa apa yang terjadi bukan sekadar masalah individu, melainkan kelemahan kolektif seluruh masyarakat adat Amanuban yang harus segera diperbaiki.
Setelah permintaan maaf ini, dialog dengan para tokoh-tokoh Adat Amanuban berlangsung dengan penuh kekeluargaan dan rasa persaudaraan. Seluruh peserta pertemuan menyatakan menolak pelantikan Jonathan Nubatonis sebagai Raja Amanuban dan pernyataan Bupati TTS bahwa Sonaf (Istana) Amanuban di Tubuhue adalah sebuah kekeliruan yang besar.
Sehari setelah pertemuan adat tersebut, Minggu (28/9/2025), salah satu keluarga Nope, Pina Ope Nope, ketika dihubungi media ini melalui nomor pribadinya, menegaskan kembali pentingnya kesetiaan terhadap Sonaf Amanuban. Ia menyebut pertemuan di Sonaf Sonanek Amanuban merupakan momentum penting untuk kembali memperkuat persatuan keluarga besar Nope dan seluruh masyarakat hukum adat Amanuban.
“Pertemuan itu adalah kesadaran bersama. Semua yang hadir datang dengan hati tulus, untuk kembali merajut persaudaraan, memperbaiki kelemahan yang ada, dan meneguhkan kembali kesetiaan kepada Sonaf Amanuban sebagai pusat adat dan simbol persatuan Amanuban,” kata Pina Ope Nope.
Pertemuan adat ini akhirnya ditutup dengan kesepakatan kolektif. Semua pihak berkomitmen untuk tidak lagi mengulangi kelalaian yang sama, memperkuat pengawasan terhadap Sonaf, dan bersama-sama membangun kembali pagar Amanuban yang sempat terguncang.
Hari itu, Sonaf Sonanek Amanuban bukan hanya menjadi saksi pertemuan adat, melainkan juga saksi lahirnya komitmen baru: bahwa meski ada badai yang mencoba meruntuhkan, masyarakat hukum adat Amanuban tetap setia kepada Nope sebagai sufan fuan dari beringin besar Amanuban.