Timor Tengah Selatan _ NTT
Praktik penyalahgunaan kendaraan dinas kembali mencoreng wajah pelayanan publik di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur. Seorang kepala puskesmas di Kecamatan Molo Utara didapati menggunakan mobil dinas dalam keadaan mabuk untuk keperluan pribadi hingga menyebabkan kecelakaan. Forum Pemerhati Demokrasi Timor Done Tanoen (FPDT) menilai, sanksi ringan yang dijatuhkan dalam kasus ini menjadi preseden buruk bagi upaya memperbaiki kedisiplinan aparatur sipil negara (ASN).
Hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten TTS menyatakan bahwa Kepala Puskesmas Molo Utara terbukti melakukan pelanggaran. Kendaraan puskesmas yang semestinya diperuntukkan untuk merujuk pasien digunakan untuk kepentingan pribadi di luar jam dinas dan dalam pengaruh alkohol. Akibat kecelakaan tersebut, mobil dinas mengalami kerusakan serius dan pelayanan rujukan pasien terganggu.
“Kami mengapresiasi langkah cepat Dinas Kesehatan dalam melakukan pemeriksaan sesuai perintah Bupati TTS. Namun, penetapan sanksi ringan tanpa kejelasan bentuk — apakah hanya teguran lisan atau tertulis — perlu dipertanyakan. Pelanggaran ini nyata, berdampak langsung terhadap masyarakat, dan bukan kejadian pertama,” ujar Ketua FPDT saat ditemui di Soe, Minggu (27/4/2025).
Menurut FPDT, perilaku kepala puskesmas tersebut telah lama menjadi perhatian masyarakat setempat. Sejumlah warga dan staf puskesmas mengonfirmasi adanya kebiasaan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi sambil mengonsumsi minuman keras.
Salah satu warga masyarakat yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa setelah kendaraan puskesmas rusak akibat kecelakaan, pihaknya melihat ada warga yang terpaksa menggunakan mobil pick up saat pihak puskesmas kapan merujuk pasien. Kondisi ini tentu mengancam keselamatan pasien dan menurunkan kualitas layanan kesehatan dasar.
Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, ASN yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin dapat dikenai sanksi mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, hingga hukuman berat seperti pemberhentian. Pelanggaran terhadap penggunaan aset negara secara tidak sah, terutama yang berdampak pada layanan publik, seharusnya mendapat perhatian serius.
“Sekadar teguran, baik lisan maupun tertulis, dalam kasus ini tidak cukup. Diperlukan sanksi administratif tambahan seperti pencabutan hak penggunaan kendaraan dinas atau bahkan peninjauan jabatan struktural,” kata Ketua FPDT.
Ia menambahkan, kelonggaran dalam pemberian sanksi dikhawatirkan akan memperburuk budaya kerja ASN di lingkungan Pemkab TTS, di mana disiplin dan profesionalisme seharusnya menjadi pilar utama.
Dalam skema pelayanan kesehatan, kendaraan dinas puskesmas memiliki fungsi vital, khususnya untuk rujukan pasien di wilayah-wilayah terpencil. Kerusakan kendaraan dinas akibat kelalaian ASN tidak hanya berdampak administratif, tetapi juga langsung pada hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
“Bayangkan seorang pasien dalam kondisi kritis harus diangkut menggunakan mobil bak terbuka karena kendaraan rujukan rusak akibat kelalaian. Ini bukan hanya soal pelanggaran disiplin, ini soal nyawa,” tegas Ketua FPDT.
Ketua FPDT mendesak agar Inspektorat Daerah Kabupaten TTS melakukan audit penggunaan kendaraan dinas di seluruh unit pelayanan publik. Audit ini penting untuk memastikan bahwa fasilitas negara digunakan sebagaimana mestinya, dan mencegah terulangnya kasus serupa.
“Kami mengingatkan, ASN diberikan kendaraan dinas bukan sebagai fasilitas pribadi, tetapi sebagai sarana penunjang tugas negara. Setiap penyalahgunaan harus ditindak tegas, tidak cukup dengan sanksi administratif ringan,” ujarnya.