Sleman _ DIY
Massa Aksi yang yang tergabung dalam wadah kelompok Paguyuban Penambang Progo Sejahtera hari ini menggeruduk kantor BBWSO dan sempat menutup Jalan utama Jogja-Solo, tepatnya di Caturtunggal, Depok, Sleman, selama beberapa menit.
Aksi ini merupakan tindak lanjut atas keputusan balai yang menghilangkan alat bantu kerja berupa pompa mekanik atau alat sedot dalam Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).Para penambang pasir tersebut datang ke BBWSSO di Jalan Solo, Caturtunggal, Depok, Sleman.Rabu (15/10/2025)
Para massa aksi datang dengan menaiki puluhan truk pasir dan ada juga yang memakai kendaraan pribadi. Kendaraan tersebut kemudian diparkirkan di sepanjang Jalan Solo, mulai dari SPBU Adisucipto hingga nyaris menyentuh titik traffic light Janti.
Massa aksi masih bertahan dan mau menginap di Kantor BBWSSO. Mereka menuntut untuk bisa bertemu dengan kepala balai. Kemudian akses Jalan Solo yang sempat ditutup massa aksi akhirnya dibuka. Mereka memblokir jalan sekitar 10 menit.
Agung Mulyono ketua PPPS(Paguyuban Penambang Progo Sejahtera) dalam orasinya menyebut aksi itu untuk menolak keputusan kepala BBWWSO yang telah menghilangkannya alat bantu kerja berupa pompa mekanik atau alat sedot dalam Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).
“Kami melihat Keputusan ini sangat tidak manusiawi dan tidak masuk akal, karena kami tidak dapat melakukan kegiatan pertambangan tanpa alat bantu kerja,” katanya
Agung menilai, keputusan ini dinilai sangat zolim. Karena hampir seluruh lokasi IPR berada di palung sungai atau aliran Sungai Progo. Di sisi lain, Agung menilai keputusan tersebut tidak berlandaskan kebiasaan penggunaan peraturan perundangan di Indonesia.
“Penggunaan Keputusan Dirjen Pengairan No 176/KPTS/A/1987, sebagai rujukan dalam pemberian Rekomendasi Teknis (Rekomtek) BBWWSO tentu saja menyalahi norma dan kebiasaan dalam penggunaan perundangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia,”imbuhnya.
Sementara itu, korlap aksi PPPS Umar Efendi menambahkan dalam aksi ini mereka menuntut untuk menghapus keputusan pemberian rekomtek tanpa alat bantu kerja dalam Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).
“Rekomtek itu tahun 2015 pernah keluar ada rekomtek sedot. Setelah mati ini rencananya mau diganti dengan pacul, atau alat bantu yang sederhana. Tapi kami kalau pakai pacul itu tidak bisa karena sangat dalam jadi harus sedot,” kata Umar.
Dia bilang, pelarangan menggunakan pompa sedot mulai tahun 2025. Dia bilang selama 7 bulan kebijakan diberlakukan penambang tidak bekerja sama sekali.
“Jadi tuntutan kami hanya ingin dikasih rekomtek sedot dan izin dipercepat,” imbuh dia.
Tidak puas atas hasil dari perwakilan penambang yang sudah melakukan audiensi secara tertutup dengan pihak BBWSO. Massa tetap memilih untuk tidur di sana menuntut untuk bertemu dengan kabalai besok pagi.(Red/Ant)