Soe,INVESTIGASI86.COM–Panggung hiburan kembali ramai, musik berdentum, seremoni berjalan megah. Tapi di balik keramaian itu, pembangunan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) justru jalan di tempat. Inilah potret getir yang disorot keras oleh Ketua Fraksi NasDem DPRD TTS, Hendrikus Babys.
Di hadapan media,jumat 22/8/2025, Heba—sapaan akrabnya—melontarkan kritik pedas, menohok langsung ke jantung pemerintahan Bupati Eduar Markus Lioe (Buce) dan Wakil Bupati Army Konay.
“Kita sudah masuk triwulan ketiga. Harusnya, masyarakat melihat hasil nyata pembangunan. Tapi apa yang ada? Nol besar. Yang ada cuma hiburan dan seremoni. Ini sangat memalukan,” tegas Heba dengan nada tinggi.
Potret paling menyakitkan, kata Heba, adalah ketika warga Kecamatan Oenino dan Polen harus melangkah jauh ke Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) untuk mengadu. Mereka datang bukan untuk jalan-jalan, melainkan mencari keadilan atas hak ganti rugi mereka.
“Coba bayangkan. Warga TTS datang mengadu ke Bupati TTU. Ini tamparan keras. Artinya, pemimpin di TTS tidak hadir untuk rakyatnya. Bupati dan wakilnya diam, seakan tuli pada jeritan masyarakat sendiri,” ujar Heba, geram.
Lebih jauh, Heba menuding bahwa roda birokrasi kini macet total. Bukan karena kurangnya anggaran, melainkan karena salah arah kepemimpinan.
“OPD-OPD kita bukannya kerja serius, malah disibukkan jaga stan pameran. Bayangkan, urusan rakyat dikesampingkan, demi sebuah pameran yang tidak jelas dampaknya. Kalau begini, siapa yang mau urus pembangunan daerah?” tegasnya.
Ia pun menyindir keras peran Wakil Bupati. “Army Konay ini kerjanya apa? Kalau cuma buka pameran, apa dampaknya untuk pembangunan? Daerah ini butuh kerja nyata, bukan sekadar panggung foto dan acara seremonial.”
Heba tidak menutup mata bahwa waktu yang tersisa hanya empat bulan ke depan: September, Oktober, November, dan Desember. Menurutnya, sekalipun pembangunan dikebut, hasilnya hanya akan menjadi jebakan mutu.
“Kalau pembangunan dipaksa kejar waktu, kualitasnya pasti hancur. Semua perencanaan, RPJMD, dan perda yang sudah disepakati, hanya tinggal kertas tanpa wujud. Dan ketika dipaksakan, yang ada hanyalah proyek asal jadi,” katanya.
Dengan nada getir, Heba membandingkan TTS dengan daerah lain. Menurutnya, kabupaten lain sudah melaju dengan pembangunan konkret, sementara TTS sibuk dengan pesta seremonial.
“Kalau Bupati mau cari senang, silakan. Tapi ingat, rakyat butuh pembangunan, bukan hiburan. Hiburan boleh, tapi pembangunan jangan mati. TTS ini butuh perubahan. Kalau kita hanya jalan di tempat, lima tahun ke depan akan jadi bencana besar,” papar Heba dengan nada kecewa
Heba bahkan mengaku pesimis pada masa depan TTS di bawah kepemimpinan Buce–Army. Baginya, pembangunan lima tahun ke depan sudah terlihat gelap.
“Saya pesimis. Kalau dari sekarang saja tidak ada tanda-tanda pembangunan, jangan harap sisa periode ini akan membawa perubahan. Semua hanya bayangan. Dan rakyat yang menanggung akibatnya,” tutup Heba dengan suara bergetar menahan marah.
Kritik Heba Babys menggambarkan dua wajah TTS hari ini: satu wajah yang berseri di atas panggung hiburan, dan wajah lain yang kusam di jalanan berdebu, sekolah reyot, dan pelayanan publik yang tak kunjung membaik.
Pertanyaan yang tersisa sederhana namun menohok:
Apakah TTS dipimpin untuk membangun, atau sekadar untuk berpesta?