SoE, INVESTIGASI86.COM– Karnaval Budaya Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang seharusnya menjadi ajang pelestarian budaya justru tercoreng oleh ulah peserta yang tidak mematuhi aturan. Kericuhan di jalan, penggunaan sound horek, hingga dugaan konsumsi minuman keras membuat acara berakhir kacau dan meninggalkan luka sosial.
Ketua Forum Pemerhati Demokrasi TTS, Doni Tanoen, angkat bicara keras terhadap peristiwa tersebut. Ia menilai panitia gagal total mengendalikan peserta, bahkan melanggar aturan resmi yang sudah diputuskan bersama pihak kepolisian.
“Saya kecam mereka yang hadir dengan niat jahat untuk menggagalkan kegiatan ini. Secara sosial, ini merusak citra TTS di mata publik. Miris dan memalukan, karnaval budaya yang mulia justru dicoreng karena ada sound horek, orang bergoyang di jalan, bahkan minuman keras,” tegas Doni, Kamis (28/8).
Menurutnya, sejak awal sudah ada rambu-rambu tegas: setiap regu wajib mendaftar, dilarang konsumsi miras, serta larangan penggunaan sound horek. Bahkan, hasil technical meeting (TM) dinyatakan final dan mengikat. Namun, panitia justru abai.
“Faktanya, panitia tidak taat izin keramaian dari Polres TTS. Kalau sejak awal tidak mampu mengendalikan peserta, seharusnya batalkan saja karnaval itu. Apakah karya anak muda TTS hanya pamer sound horek, minum miras, dan bergoyang di jalan? Itu bukan budaya kita,” kecamnya lagi.
Lebih memprihatinkan, dalam rekaman video yang beredar di media sosial, terlihat ibu-ibu dan anak-anak perempuan menjadi korban akibat kericuhan. Hal ini menurut Doni tak boleh dibiarkan begitu saja.
“Saya minta Polres TTS harus tegas. Jika ada korban, hukum harus ditegakkan. Jangan karena kita mengisi kemerdekaan lalu masyarakat jadi korban. Setiap regu yang menciptakan kekacauan juga wajib bertanggung jawab secara hukum,” tegasnya.
Forum Pemerhati Demokrasi TTS menilai insiden ini menjadi tamparan keras bagi panitia penyelenggara. Alih-alih menjaga nilai budaya, mereka justru mempermalukan wajah TTS di depan publik.