More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bantul
Batam
Bengkulu Utara
Berita Kriminal
Blitar
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Garut
Gunung Kidul
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Hiburan
Iklan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Jayapura
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Buru
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Karimun
Kesehatan
Kota Dumai
Kota Magelang
Kota Manado
Kota Semarang
Labuhan Batu
Maluku Tenggara
Merangin
Narasi dan Opini
Papua
Pekanbaru
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Maluku
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Provisi Maluku Utara
Sejarah
Sleman
Tanggamus
Ternate
Tidore
Tidore Kepulauan
Timor Tengah Selatan
Trenggalek
Video
Way Kanan
Yogyakarta
Yogyakarta

Jejak Warna dari Perbatasan: Menenun Harapan dari Tanah Sumba ke Belu

Sumba Timur ,INVESTIGASI86.COM– Di balik gulungan benang dan cipratan warna alami, terajut harapan dan semangat baru dari perbatasan negeri. Tiga penenun perempuan asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, menempuh perjalanan ke Sumba Timur bukan sekadar untuk belajar teknik pewarnaan alam, melainkan juga menyulam masa depan baru bagi kain tenun ikat yang telah menjadi napas budaya di wilayah perbatasan itu.

Mereka adalah Oktoviana Hati dari Kelurahan Lidak, Kecamatan Atambua Selatan, serta Nofiana Hendriques Fernandes dan Selviana Soi Lae dari Desa Kabuna, Kecamatan Kakuluk Mesak. Ketiganya terpilih untuk mengikuti pelatihan intensif pewarnaan alam pada 27–30 Mei 2025, di bawah bimbingan maestro pewarnaan alami Indonesia, Kornelis Ndapakamang, di Sanggar Tenun Sumba Timur.

Pelatihan ini merupakan hasil kolaborasi antara Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Belu dan Bank NTT Cabang Atambua. Bukan hanya dukungan finansial yang diberikan, tetapi juga keyakinan bahwa perempuan-perempuan perbatasan mampu menjadi penggerak ekonomi kreatif yang berbasis pada kearifan lokal.

Dalam pembukaan pelatihan, Ketua Dekranasda Belu, Ny. Vivi Ng Lay, dengan penuh haru menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut mendukung perjalanan ini. “Pewarnaan alam adalah identitas. Di balik warna, ada cerita, ada alam yang dijaga, dan ada nilai-nilai leluhur yang diwariskan. Kami berharap para peserta kembali ke Belu dengan ilmu yang bukan hanya disimpan, tetapi dibagikan,” ujarnya.

Pelatihan tak hanya berlangsung di dalam kelas atau bengkel kerja. Para peserta diajak langsung menyusuri kebun pewarna alami—menyentuh daun nila, kulit kayu, hingga akar-akaran yang kelak akan memberi warna hidup bagi helai-helai tenun. Kunjungan itu juga disaksikan langsung oleh Ketua dan Wakil Ketua Dekranasda Belu, yang melihat betapa semangat belajar begitu menyala dalam mata para penenun.

“Belajar langsung dari alam dan para pengrajin Sumba membuat saya sadar, bahwa tenun kita punya peluang lebih besar. Warna-warna alami bukan hanya indah, tapi juga ramah lingkungan dan punya cerita,” ungkap Nofiana, penuh semangat.

Pelatihan ini bukan tujuan akhir. Ini adalah langkah awal. Bagi Dekranasda Belu, inisiatif ini menjadi bagian dari misi besar untuk menjadikan tenun ikat Belu sebagai produk unggulan yang tak hanya bernilai budaya, tetapi juga bernilai ekonomi tinggi. Dengan kualitas pewarnaan alami yang semakin baik, kain tenun dari perbatasan ini diharapkan mampu menembus pasar nasional bahkan internasional.

Lebih dari itu, pelatihan ini adalah tentang pemberdayaan. Tentang memberi ruang bagi para perempuan untuk mengambil peran penting dalam melestarikan budaya sekaligus menggerakkan roda ekonomi. Di tangan-tangan terampil para penenun, benang bukan sekadar benang—ia adalah simbol ketekunan, ketahanan, dan harapan.

Dari Sumba, mereka membawa pulang bukan hanya warna, tetapi juga semangat baru. Warna yang tidak mudah luntur, sebagaimana tekad mereka untuk terus berkarya dan menginspirasi. Dari perbatasan, harapan itu kini menenun masa depan.

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!