More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bantul
Batam
Bengkulu Utara
Berita Kriminal
Blitar
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Garut
Gunung Kidul
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Hiburan
Iklan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Jayapura
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Buru
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Karimun
Kesehatan
Kota Dumai
Kota Magelang
Kota Manado
Kota Semarang
Labuhan Batu
Maluku Tenggara
Merangin
Narasi dan Opini
Papua
Pekanbaru
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Maluku
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Provisi Maluku Utara
Sejarah
Sleman
Tanggamus
Ternate
Tidore
Tidore Kepulauan
Timor Tengah Selatan
Trenggalek
Video
Way Kanan
Yogyakarta
Yogyakarta

Duanu Di Riau dan Duano Di Jambi : Satu Komunitas, Dua Nama?

Di sepanjang pesisir Sumatera, terdapat komunitas maritim yang sejak berabad-abad menjadi bagian penting dari sejarah perairan Nusantara. Mereka dikenal luas sebagai bagian dari “Orang Laut”. Namun, yang menarik adalah perbedaan penyebutan, di Riau mereka menamakan diri Duanu, sementara di Jambi lebih sering ditulis Duano. Pertanyaan pun muncul apakah perbedaan ini sekadar variasi penulisan, ataukah ia menyimpan makna historis dan sosial yang lebih mendalam?

Sejarah membuktikan, komunitas ini memiliki peran sentral dalam perniagaan laut Selat Malaka sejak masa kerajaan-kerajaan Melayu. Mereka menjadi penghubung antar-pulau, penjaga jalur laut, sekaligus nelayan tangguh yang menopang ekosistem pesisir. Catatan kolonial seringkali menggambarkan Orang Laut secara peyoratif sebagai masyarakat nomaden, miskin, bahkan terbelakang. Namun sesungguhnya, di balik stereotipe itu, terdapat jejak peradaban maritim yang berperan menjaga keamanan laut, memperkuat ekonomi kerajaan, serta melestarikan ekologi perairan.

Di Riau, penyebutan Duanu lahir sebagai endonim yang lebih membanggakan. Nama ini diwariskan turun-temurun dari leluhur, menjadi simbol identitas sekaligus perlawanan terhadap stigma “Orang Laut”. Di Jambi, penulisan Duano masih digunakan, namun pada dasarnya merujuk pada komunitas yang sama. Variasi aksara ini memperlihatkan adaptasi bahasa di dua wilayah berbeda, sekaligus menandai jejak penyebaran komunitas laut dari Indragiri hingga Tanjung Jabung Barat.

Berdasarkan observasi lapangan, terkuak fakta bahwa mereka sejatinya adalah komunitas yang sama. Perbedaan hanya terletak pada dialek dan aksen lokal. Penyebutan Duanu lebih dekat dengan intonasi khas Melayu Riau, sedangkan Duano dipengaruhi oleh dialek Melayu Jambi yang kaya dengan kosakata berakhiran -o. Hal ini memperlihatkan bagaimana variasi linguistik menjadi penanda identitas kultural di dua kawasan berbeda. Seperti ditegaskan Hassanudin, Ketua Ikatan Keluarga Duanu Riau (IKDR) “Kami ini satu rumpun. Bedanya hanya cara lidah daerah menyebut. Kalau di Jambi jadi Duano, di Riau kami tetap Duanu.”

Sebagaimana dicatat Andaya (2008), variasi bahasa dan sebutan di wilayah pesisir Selat Malaka sering kali menandai perbedaan identitas simbolis, meski secara genealogis dan historis komunitasnya sama. Chou (2006) juga menekankan bahwa Orang Laut kerap menyesuaikan penyebutan diri sesuai konteks sosial dan politik lokal, tanpa kehilangan akar identitas maritim mereka.

Kontribusi mereka bukan sekadar ekonomi, tetapi juga politik maritim. Raja-raja Melayu, termasuk Kesultanan Johor dan Riau-Lingga, menggantungkan kekuasaan maritim pada keberanian Orang Laut. Mereka adalah pelaut tangguh, pemandu jalur laut, sekaligus benteng alami Nusantara. Kini, di tengah tantangan modern, komunitas Duanu/Duano berjuang menjaga identitas, ekologi pesisir, dan martabat maritim.

Perbedaan penulisan nama tidak memisahkan mereka. Sebaliknya, hal itu menjadi simbol kekayaan sejarah adaptasi dan penyebaran komunitas maritim Nusantara. Pertanyaan “Duanu atau Duano” sejatinya bukan soal benar atau salah, tetapi tentang bagaimana identitas ini terus bertahan, memberi kontribusi nyata bagi sejarah, dan tetap relevan bagi masa depan bangsa maritim Indonesia.

Oleh :
Zainal Arifin Hussein
Aktivis Yayasan Bangun Desa Payung Negeri (BDPN) / Mahasiswa Doktoral Social Development, Philippine Women’s University (PWU), Filipina

 

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!