SoE, INVESTIGASI86.COM – Sampai kapan DPRD Timor Tengah Selatan (TTS) hanya menjadi lembaga pengesah kebijakan tanpa daya kritis? Pertanyaan itu disampaikan lugas oleh Ketua Aliansi Anti Korupsi (Araksi) NTT, Alfred Baun, SH, dalam wawancara via telepon dengan Media ini, Rabu malam, 9 Juli 2025.
Menurut Alfred, DPRD TTS telah kehilangan jati dirinya sebagai lembaga legislatif yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas jalannya pemerintahan. Ia menilai, sebagian besar anggota DPRD cenderung pasif, memilih diam, dan bahkan terkesan menyetujui semua arah kebijakan eksekutif tanpa telaah mendalam.
“Selama ini saya lihat DPRD hanya bisa bilang ‘ia’ dan ‘sepakat’. Yang kritis hanya segelintir. Selebihnya lebih sibuk dengan seremoni daripada substansi,” tegas Alfred.
Ia menyesalkan, dalam periode 2024–2029 ini, DPRD justru gagal menunjukkan sikap kritis terhadap berbagai persoalan strategis daerah, mulai dari kisruh seleksi CPNS dan PPPK, lambannya penanganan bencana Kuatae, hingga pembangunan yang tak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
“Apakah DPRD tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Fungsi kontrol itu seolah-olah lumpuh total,” kecamnya.
Salah satu indikator nyata lemahnya fungsi DPRD, lanjut Alfred, adalah belum juga disahkannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) oleh lembaga tersebut. Padahal dokumen ini merupakan acuan utama arah pembangunan lima tahun ke depan.
“Ini lucu sekaligus menyedihkan. ‘Kitab suci’ pembangunan daerah belum juga diparipurnakan. Di mana desakan DPRD? Mengapa diam saja?” tanya Alfred.
Ia mengingatkan, DPRD memiliki mandat konstitusional untuk mengawasi pelaksanaan APBD dan memastikan kebijakan pemerintah tetap dalam jalur hukum serta berpihak pada rakyat. Namun, kenyataannya, suara DPRD sebagai lembaga hampir tak terdengar.
“Hanya ada beberapa anggota yang masih punya keberanian bersuara. Mayoritas lainnya memilih jalan sunyi. Entah karena takut, nyaman, atau sudah ‘bersepakat dalam diam’,” tutup Alfred dengan nada getir.
Pernyataan ini menjadi tamparan keras terhadap DPRD TTS yang dinilai telah kehilangan peran krusialnya sebagai penyeimbang kekuasaan di daerah. Publik kini menunggu: akankah DPRD bangkit dan kembali menjalankan fungsinya secara utuh, atau terus tenggelam dalam kompromi yang membungkam suara rakyat?