Timor Tengah Selatan, Investigasi86.com —
Dua anak dari pelosok Ayotupas, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur, mendapat secercah harapan baru setelah kisah hidup mereka yang penuh keterbatasan menjadi sorotan publik. Adalah Yusinta Ningsih Nenobahan, perempuan muda asal TTS yang menyatakan kesiapannya untuk merawat dan menyekolahkan kedua anak tersebut.
Adhi Saputra Bien (15) dan adiknya, Oliva Bien (11), hidup dalam kondisi memprihatinkan. Mereka tidak memiliki dokumen kependudukan seperti akta kelahiran dan Kartu Keluarga. Ketiadaan dokumen ini membuat mereka kesulitan mengakses pendidikan secara formal. Sang ibu, Gresinta Zakarias, meninggalkan rumah sejak tahun 2020. Sejak itu, ayah mereka, Oktovianus Bien, mengasuh kedua anaknya seorang diri.
Kisah ini menyentuh hati Yusinta, yang kini menjabat sebagai Direktur Utama Yayasan YNS. Dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025), Yusinta mengatakan akan pulang ke TTS pertengahan bulan ini dan berniat menemui keluarga Bien.
“Saya ingin bertemu langsung dengan orangtua mereka. Jika diizinkan, saya siap membawa dan menyekolahkan Adhi dan Oliva. Saya dan suami memang sejak lama ingin membantu anak-anak NTT agar bisa hidup dan sekolah dengan layak,” ujar Yusinta.
Ia menegaskan bahwa tindakan ini lahir dari panggilan hati, bukan sekadar reaksi sesaat. Ia juga menitipkan pesan moral kepada masyarakat NTT.
“Apapun kesulitan hidupmu, tetaplah menjadi orang baik. Karena jika kamu tidak menemukan orang baik, suatu saat kamu akan ditemukan oleh orang baik,” ujarnya.
Perjuangan Adhi dan Oliva mencerminkan persoalan struktural yang masih dihadapi anak-anak di pelosok Indonesia: kesulitan administratif yang menghambat akses dasar terhadap pendidikan. Untuk memperoleh akta lahir, mereka harus menjalani proses pengesahan melalui persidangan karena orangtua mereka belum menikah secara resmi—prosedur yang tidak mudah dan memerlukan biaya.
Meski dalam kondisi serba kekurangan, Adhi tetap berusaha sekolah sambil bekerja dan menjaga adiknya. Oliva membantu pekerjaan rumah dan sesekali membantu di pasar demi kebutuhan sehari-hari.
Langkah Yusinta memberikan harapan baru. Ia bukan bagian dari sistem, tetapi mewakili nurani yang menjangkau mereka yang selama ini terpinggirkan.
Kisah ini mengingatkan, di tengah kesenjangan dan sistem yang belum sempurna, secercah harapan tetap mungkin hadir—dari satu tangan yang peduli.