More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bandar Lampung
Bantul
Batam
Bengkulu Utara
Berita Kriminal
Blitar
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Garut
Gunung Kidul
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Hiburan
Iklan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Jayapura
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Buru
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Meranti
Kabupaten Mesuji
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Kabupaten Tulang Bawang
Karimun
Kesehatan
Kota Dumai
Kota Magelang
Kota Manado
Kota Semarang
Labuhan Batu
Maluku Tenggara
Merangin
Motivasi
Narasi dan Opini
Papua
Pekanbaru
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Maluku
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Provisi Maluku Utara
Sejarah
Sleman
Tanggamus
Ternate
Tidore
Tidore Kepulauan
Timor Tengah Selatan
Trenggalek
Video
Way Kanan
Yogyakarta
Yogyakarta
Daerah  

Dana Pokir Rp12 Juta untuk Sewa Sekretariat, kejari TTS di desak periksa Oknum DPRD TTS

SOE, INVEZTIGASI86.COM — Dugaan penyalahgunaan dana Pokok Pikiran (Pokir) kembali menyeret nama seorang anggota DPRD Timor Tengah Selatan (TTS) dari Fraksi Hanura. Oknum wakil rakyat tersebut diduga menggunakan dana publik senilai Rp12 juta untuk membayar sewa sekretariat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI), organisasi yang turut menggelar turnamen DPRD Cup II.

Desakan agar kasus ini segera diusut disampaikan oleh Ketua Forum Pemerhati Demokrasi Timor (FPDT), Dony Tanoen, yang menilai praktik tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan anggaran dan pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas publik.

“Kita minta Kejari TTS segera panggil dan periksa oknum DPRD dari Fraksi Hanura yang diduga kuat menggunakan dana Pokir untuk kepentingan pribadi dalam kegiatan DPRD Cup II,” tegas Dony di Soe, Jumat (24/10/2025).

 

FPDT menemukan bahwa berdasarkan proposal yang diajukan PTMSI TTS kepada KONI senilai Rp440 juta, sebagian dana yang digunakan ternyata bersumber dari alokasi Pokir pribadi anggota DPRD. Dana tersebut semestinya digunakan untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat hasil reses, bukan untuk kegiatan yang melekat pada nama lembaga DPRD.

“Proposalnya ke KONI, tapi uangnya dari Pokir dewan. Ini aneh dan tidak bisa dibenarkan. Dana aspirasi publik dipakai untuk urusan kantor olahraga yang notabene dipimpin anggota DPRD sendiri,” ungkap Dony.

 

Menurutnya, tindakan itu mencerminkan benturan kepentingan (conflict of interest) antara legislatif dan eksekutif, karena seorang anggota DPRD terlibat langsung dalam kegiatan yang didanai dari pos aspirasinya sendiri.

“Dana Pokir itu bukan dana pribadi. Ini uang rakyat. Kalau digunakan untuk kegiatan lembaga, apalagi sampai menyewa sekretariat PTMSI, maka ada penyimpangan serius di sana,” ujar Dony.

 

FPDT mendesak Kejari TTS, Polres TTS, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan. Dony menegaskan, aparat penegak hukum tidak boleh menunggu desakan publik baru bertindak.

“Semua pihak harus diperiksa—baik anggota DPRD, pihak eksekutif, maupun penerima manfaat. Jangan tebang pilih. Transparansi adalah harga mati,” katanya.

 

FPDT juga mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Daerah melakukan audit investigatif terhadap seluruh penggunaan dana Pokir tahun anggaran berjalan. Ia menduga pola serupa terjadi di kegiatan lain dengan modus berbeda.

“Kalau kasus ini tidak ditangani, praktik penyalahgunaan akan terus berulang. Ini bukan hanya soal Rp12 juta, tapi soal cara berpikir dan moral pejabat publik,” tegasnya.

 

Dony bahkan menyebut narasi pembinaan olahraga yang digunakan sebagai alasan pengeluaran dana hanyalah “kamuflase politik” untuk menutupi praktik manipulatif di balik kegiatan DPRD Cup II.

“Kegiatan tenis meja itu aspirasi masyarakat yang mana? Ini bukan pembinaan, tapi pembenaran. Uang rakyat dijadikan alat untuk kepentingan kelompok,” sindirnya tajam.

 

FPDT juga menyoroti kejanggalan lain: dana Pokir dari Daerah Pemilihan (Dapil) II digunakan untuk kegiatan di Dapil I.

“Dana aspirasi masyarakat Dapil II kok bisa mengalir ke Dapil I? Ini sudah di luar logika dan perlu diselidiki,” tambah Dony.

 

Menutup pernyataannya, FPDT mendesak KPK mengambil alih kasus ini agar penanganannya bebas dari intervensi politik lokal.

“Penyalahgunaan dana Pokir ini sudah terang-benderang. Kalau Kejari atau Polres ragu, biar KPK yang turun tangan. Ini bukan lagi kesalahan administratif, tapi potensi korupsi,” pungkasnya.

Kasus dugaan penyalahgunaan dana Pokir ini memperlihatkan lemahnya pengawasan penggunaan anggaran aspirasi di tingkat daerah. Jika benar dana publik digunakan untuk menyewa sekretariat lembaga olahraga yang diketuai anggota DPRD aktif, maka praktik tersebut bukan hanya menyalahi etika, tapi juga melanggar prinsip tata kelola keuangan negara.

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!