Lampung • Terkait kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh salah satu aparatur desa mutar alam 1 yang fotonya terduga pelaku tidak di blur, kasi Humas Polres lampung barat (lambar) bapak Maliki menyebutkan bahwa hal tersebut bisa saja kena pencemaran nama baik.
Sebelumnya atas pemberitaan dugaan pungli tersebut, pihak terduga sudah mengakui hal tersebut dan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) telah dibuatkan surat pernyataan bahwa tidak akan menuntut pihak aparatur desa tersebut.
Bapak Maliki selaku Humas polres lampung barat lewat panggilan telpon menyebutkan bahwa terduga pelaku statusnya belum terlapor dan tersangka, dan bisa saja pihak terduga melaporkan hal tersebut atas pencemaran nama baik.
“Apapun alasannya kalau dia belum terlapor dan belum tersangka, takutnya ada yang nunjukin dan melaporkan pencemaran nama baik sedangkan kasus ini sudah selesai” ucap kasi humas polres lampung kepada awak media investigasi86, rabu 12/10/22.
Kemudian kasi humas polres Lampung Barat (lambar) juga menyebutkan jika dirinya apabila menjadi terduga mungkin akan membuat laporan terkait pencemaran nama baik.
“Kalau saya jadi dia sudah saya laporkan ini media atas pencemaran nama baik” lanjut bapak maliki.
Bolehkah Mempublikasikan Kejahatan Seseorang ke Media Sosial? Bagaimana dengan berita dugaan pungli yang sudah diakui oleh terduga bahwa dirinya memang melakukan hal tersebut?
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita merujuk pada peraturan pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Lebih lanjut, mengenai pasal tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Pengertian penghinaan dan pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE merujuk dan tidak bisa dilepaskan dari Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”);
Bukan delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Adapun perbuatan tersebut dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP.
Bukan delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan. (hukumonline.com)
Siapa yang benar dan siapa yang salah?
Apakah UUD yang telah dibuat dan yang publis di website hukumonline.com itu salah?
Sementara berita yang tayang sebelumnya merupakan sebuah penilaian, pendapat, hasil evaluasi, dan sebuah kenyataan.
Ataukah pendapat dari kasih humas polres lampung yang salah?
Mengutip dari kompas.com “Penayangan pemberitaan yang dilakukan oleh media/insan pers terhadap seseorang tersangka atau dipersangkakan melakukan suatu perbuatan pidana, pada dasarnya tidak ada kewajiban untuk menyamarkan wajahnya.
KUHAP sebagai Hukum Acara yang mengatur tentang hak-hak tersangka pada Bab VI, juga tidak ditemukan satu pasal pun secara eksplisit yang mengatur secara tegas tentang larangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas seorang tersangka.
Menyembunyikan identitas tersangka selain dalam bentuk menyamarkan wajah, dapat berupa menyamarkan suara.
Lalu menyamarkan nama lengkap, yaitu dengan menyebutkan inisial huruf depan dan belakang atau nama singkatan seseorang saja.
Namun demikian, sering kali insan pers dalam menyiarkan seorang tersangka menyamarkan wajah atau menampilkan nama inisial saja. Hal itu dipahami sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia yang didasarkan atas asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).red