More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bandar Lampung
Bantul
Batam
Bengkulu Utara
Berita Kriminal
Blitar
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Garut
Gunung Kidul
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Hiburan
Iklan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Jayapura
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Buru
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Meranti
Kabupaten Mesuji
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Kabupaten Tulang Bawang
Karimun
Kesehatan
Kota Dumai
Kota Magelang
Kota Manado
Kota Semarang
Labuhan Batu
Maluku Tenggara
Merangin
Motivasi
Narasi dan Opini
Papua
Pekanbaru
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Maluku
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Provisi Maluku Utara
Sejarah
Sleman
Tanggamus
Ternate
Tidore
Tidore Kepulauan
Timor Tengah Selatan
Trenggalek
Video
Way Kanan
Yogyakarta
Yogyakarta

Rimpaf TTS Kritisi Proses Revisi RTRW TTS

TTS _ NTT
Proses Konsultasi Publik II Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang digelar pada 6 November 2025 dinilai cacat secara partisipatif.

Komunitas Rimbun Pah Feto (Rimpaf TTS) menyampaikan keprihatinan dan kekecewaannya karena kegiatan tersebut tidak menghadirkan komunitas perempuan dan anak, masyarakat adat yang selama ini terdampak langsung, serta organisasi mahasiswa dan masyarakat sipil yang selama ini aktif mengawal kebijakan pembangunan di TTS.

“Tidak ada undangan, tidak ada ruang bagi suara perempuan, anak, dan komunitas adat. Padahal yang sedang dibicarakan adalah ruang hidup mereka. Ruang hidup tersebut adalah tempat mereka menanam, membesarkan anak, dan menjaga sumber kehidupan,” tegas Meti Wasti Tasoin, Koordinator Divisi Pemberdayaan Rimpaf TTS.

Draf RTRW Tidak Terbuka untuk Publik

Selain minim partisipasi, Meti juga mengkritik tidak terbukanya dokumen draf revisi RTRW kepada masyarakat. Hingga kini, publik tidak dapat mengakses atau menelaah isi dokumen tersebut, baik secara daring maupun cetak.

Kondisi ini, menurut Meti, berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan dan anak, masyarakat adat, serta kelompok rentan lainnya. Ketertutupan informasi membuat masyarakat tidak mengetahui bagaimana ruang hidup mereka akan diatur dan siapa yang akan diuntungkan.

“Penataan ruang tanpa transparansi dan partisipasi bermakna akan melahirkan ketimpangan baru dan itu bentuk lain dari ketidakadilan terhadap mereka yang hidup dari tanah dan alam,” tambah pernyataan tersebut.

Partisipasi yang Diabaikan Melanggar Hukum

Rimpaf menegaskan bahwa praktik semacam ini bertentangan dengan:

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menjamin hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan dan pengendalian tata ruang; serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan pelibatan masyarakat hukum adat, perempuan, dan kelompok rentan dalam setiap proses pembangunan yang berdampak ekologis dan sosial.

“Ketidakhadiran kelompok masyarakat adat, komunitas perempuan dan anak, serta mahasiswa dalam forum resmi konsultasi publik adalah bentuk pengabaian terhadap semangat partisipasi bermakna dan prinsip keadilan sosial,” tegas Meti.

Ruang Hidup Perempuan Bukan Sekadar Peta

Bagi Rimbun Pah Feto, ruang bukan sekadar wilayah administratif. Ruang adalah tubuh sosial dan ekologis tempat perempuan menanam, menimba air, dan menurunkan nilai-nilai hidup kepada anak-anak.
Ketika ruang diatur tanpa melibatkan mereka, maka yang hilang bukan hanya tanah, tetapi juga pengetahuan lokal, keseimbangan ekologis, dan keamanan sosial keluarga.

“Pemerintah sering berbicara tentang pembangunan berkelanjutan. Tapi berkelanjutan untuk siapa? Jika perempuan dan masyarakat adat tak dilibatkan, maka keberlanjutan itu hanya akan menjadi milik segelintir orang,” tambah meti.

Desakan Kepada Pemerintah Daerah

Melalui rilis ini, Rimbun Pah Feto mendesak Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk segera:

1. Menghentikan sementara proses finalisasi revisi RTRW, dan membuka kembali tahapan konsultasi publik yang inklusif, melibatkan perempuan, anak, masyarakat adat, pemuda, dan organisasi masyarakat sipil.

2. Memublikasikan dokumen draf revisi RTRW secara terbuka, baik melalui laman resmi pemerintah maupun versi cetak di kantor desa dan kelurahan.

3. Memasukkan hasil pemetaan partisipatif masyarakat adat dan komunitas perempuan, termasuk sumber air, situs budaya, dan lahan produktif, ke dalam dokumen RTRW.

4. Menegaskan prinsip kearifan lokal, keadilan ekologis, dan keadilan gender dalam penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Bagi Rimbun Pah Feto (Rimpaf), pembangunan sejati bukan sekadar menata ruang di atas kertas, melainkan menata relasi kuasa antara rakyat dan pemerintah. Ruang hidup perempuan dan masyarakat adat bukan titik koordinat di peta, tetapi napas kebudayaan, sumber penghidupan, dan dasar martabat manusia.

Rls

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!