Kie, INVESTIGASI86.COM — Sebuah insiden penyerangan brutal terjadi di Desa Fatu’ulan, Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Seorang warga bernama Piter Kabnani diserang oleh sekelompok massa dari Desa OP, Kecamatan Nunkolo, menggunakan parang, kayu, dan batu. Korban menduga penyerangan itu tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan undangan lisan (Okomama) yang disampaikan Kepala Desa Fatu’ulan, Imanuel Natonis, sehari sebelumnya.
Dalam keterangannya kepada INVESTIGASI86.com melalui sambungan telepon, Kamis (29/10/2025), Piter menjelaskan bahwa pada 9 September 2025, ia menerima undangan lisan dari Kepala Desa melalui Ketua RT I, Korinus Natonis, untuk menghadiri pertemuan penyelesaian masalah dengan keluarga Atti dari Desa OP. Namun, ia menolak hadir karena merasa tidak memiliki persoalan apa pun dengan keluarga tersebut.
«“Saya tidak pernah punya masalah dengan keluarga Atti. Tapi setelah undangan Okomama itu, besoknya saya malah diserang di kebun oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Karena undangan itu datang dari desa, saya menduga kuat Kades ikut terlibat,” kata Piter Kabnani.»
Penyerangan terjadi pada Jumat, 10 Oktober 2025 sekitar pukul 13.00 Wita, saat Piter sedang membersihkan kebunnya di wilayah Dusun I, Desa Fatu’ulan. Ia mengaku sempat berusaha melarikan diri, namun mengalami luka akibat serangan benda tumpul dan tajam.
Usai kejadian, Piter mengaku telah melapor ke pemerintah desa setempat, namun laporannya diabaikan.
«“Saya lapor ke Kades, tapi dia bilang saya tidak punya bukti kuat. Saya lalu ke kantor camat, tapi Sekcam juga suruh saya pulang,” ujarnya dengan nada kecewa.»
Karena merasa tidak mendapat keadilan, Piter berencana melaporkan Kepala Desa Fatu’ulan bersama Ketua RT ke pihak Polsek Kie. Ia berharap aparat penegak hukum dapat memproses kasus ini secara transparan.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Desa Fatu’ulan, Imanuel Natonis, membantah keras dugaan keterlibatan dirinya.
«“Saya tidak tahu soal penyerangan itu, karena tidak ada laporan resmi ke saya. Dan saya juga tidak pernah memanggil Piter untuk penyelesaian masalah apa pun,” ujar Imanuel saat dikonfirmasi.»
Namun, ia mengakui bahwa dirinya sempat hadir dalam sebuah pertemuan yang juga dihadiri oleh keluarga dari pihak yang diduga pelaku penyerangan.
«“Saya diundang untuk duduk bersama melakukan pendekatan dengan keluarga Natonis, bukan dengan korban. Saya hadir dalam kapasitas sebagai kepala desa,” jelasnya.»
Kasus ini kini menuai sorotan karena berawal dari praktik adat Okomama — tradisi lokal untuk mediasi masalah — namun justru berakhir dengan kekerasan fisik. Warga menilai, insiden tersebut mencoreng nilai-nilai kekeluargaan yang selama ini dijunjung tinggi di wilayah Kie dan sekitarnya.
Sejumlah tokoh masyarakat meminta agar aparat kepolisian segera turun tangan menelusuri kebenaran di balik dugaan keterlibatan perangkat desa dalam peristiwa ini.
«“Kalau benar berawal dari undangan resmi desa, ini persoalan serius. Hukum harus ditegakkan, karena tidak ada adat yang membenarkan kekerasan,” ujar salah satu tokoh masyarakat Fatu’ulan yang enggan disebut namanya.»
Insiden “Okomama Berujung Penyerangan” ini kini menjadi perbincangan hangat di Kecamatan Kie, dan masyarakat menunggu langkah tegas aparat kepolisian untuk mengungkap siapa dalang di balik aksi kekerasan yang nyaris merenggut nyawa Piter Kabnani itu.





