More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bandar Lampung
Bantul
Batam
Bengkulu Utara
Berita Kriminal
Blitar
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Garut
Gunung Kidul
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Hiburan
Iklan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Jayapura
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Buru
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Meranti
Kabupaten Mesuji
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Kabupaten Tulang Bawang
Karimun
Kesehatan
Kota Dumai
Kota Magelang
Kota Manado
Kota Semarang
Labuhan Batu
Maluku Tenggara
Merangin
Motivasi
Narasi dan Opini
Papua
Pekanbaru
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Maluku
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Provisi Maluku Utara
Sejarah
Sleman
Tanggamus
Ternate
Tidore
Tidore Kepulauan
Timor Tengah Selatan
Trenggalek
Video
Way Kanan
Yogyakarta
Yogyakarta

Belum Dipakai Sudah Retak! Proyek Rp400 Juta SD Fatunake Dituding Asal Jadi

BOKING, INVESTIGASI86.COM — Skandal proyek pendidikan kembali mencoreng wajah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Dua ruang kelas di SD Negeri Fatunake, Desa Baus, Kecamatan Boking, yang menelan dana Rp400 juta dari APBD, kini retak dan mengelupas bahkan puing-puing dindingnya berserakan di lantai. Tragisnya, bangunan itu belum sempat digunakan oleh para siswa.

Bangunan yang dikerjakan oleh CV. Victori itu baru rampung akhir Desember 2024, namun kondisinya kini nyaris tak layak pakai. Dinding retak di berbagai sisi, plesteran mengelupas, dan tembok bagian dalam mulai runtuh.

“Baru selesai, tapi sudah seperti mau roboh. Kalau begini, di mana tanggung jawabnya kontraktor?” tegas salah satu orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya kepada wartawan di halaman sekolah.

Ia menilai proyek itu dikerjakan asal jadi dan mengabaikan standar teknis bangunan pendidikan. “Kami lihat sendiri, temboknya tipis, adukannya tidak kuat. Materialnya seperti asal ambil. Kalau kontraktor serius, tidak mungkin begini hasilnya,” ujarnya dengan nada kesal.

Sejak awal pekerjaan, proyek ini memang menimbulkan tanda tanya besar di kalangan warga. Tak ada papan informasi proyek yang terpampang di lokasi, padahal itu wajib dalam setiap pekerjaan pemerintah. Akibatnya, masyarakat tak tahu sumber dana, lama pengerjaan, dan volume pekerjaan.

“Kami hanya dengar katanya dari dana APBD, tapi tidak tahu pasti. Semua serba gelap. Sekarang bangunannya rusak, kami baru tahu nilainya Rp400 juta,” ungkap seorang warga Desa Baus dengan nada geram.

Ironisnya, proyek tersebut telah dinyatakan selesai 100 persen dan bahkan dilaporkan rampung sejak Desember 2024, meski hingga kini belum diserahkan secara resmi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) TTS kepada pihak sekolah.

“Belum dipakai sudah rusak, belum diserahkan sudah hancur. Ini proyek apa, parodi?” sindir salah satu guru di sekolah itu dengan getir.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Dinas P&K TTS, Jordan Liu, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya membenarkan bahwa pembangunan dua ruang kelas di SD Negeri Fatunake menelan anggaran Rp400 juta.

Ia menegaskan, kerusakan akan diperbaiki oleh CV. Victori karena proyek tersebut masih dalam masa pemeliharaan.
“Benar, dana yang digunakan sebesar Rp400 juta. Kami sudah terima laporan kerusakan itu. Dalam waktu dekat tim dari Dinas akan turun langsung ke lokasi untuk memastikan pihak kontraktor memperbaiki,” ujar Jordan.

Namun, pernyataan tersebut dianggap terlalu normatif dan tidak menyentuh akar persoalan. Warga menilai pernyataan seperti itu sudah sering diulang setiap kali proyek bermasalah.

“Kalimatnya selalu sama: akan diperbaiki, masih pemeliharaan. Tapi yang rusak tidak pernah benar-benar diperbaiki. Kalau bukan pengawasan yang lemah, berarti ada permainan di balik meja,” ujar salah satu aktivis pendidikan di TTS dengan nada tajam.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak CV. Victori belum memberikan tanggapan. Upaya wartawan menghubungi pihak perusahaan tidak membuahkan hasil. Kantor perusahaan di SoE juga tampak sepi tanpa aktivitas.

Masyarakat mendesak Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum untuk tidak sekadar menunggu perbaikan, tetapi mengusut tuntas dugaan kelalaian dan penyimpangan anggaran dalam proyek tersebut.

“Ini bukan hanya tembok yang retak, tapi juga mental dan moral pejabat yang membiarkan proyek pendidikan jadi ajang bancakan,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada keras.

Bangunan dua ruang kelas SD Fatunake kini menjadi simbol bobroknya pengawasan publik — berdiri ringkih di atas puing-puing integritas yang runtuh.

Reporter: Tim Cendana.com
Editor: kaperwil NTT
Redaksi: INVESTIGASI86.COM

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!