BOKING, INVESTIGASI86.COM — Skandal proyek pendidikan kembali mencoreng wajah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Dua ruang kelas di SD Negeri Fatunake, Desa Baus, Kecamatan Boking, yang menelan dana Rp400 juta dari APBD, kini retak dan mengelupas bahkan puing-puing dindingnya berserakan di lantai. Tragisnya, bangunan itu belum sempat digunakan oleh para siswa.
Bangunan yang dikerjakan oleh CV. Victori itu baru rampung akhir Desember 2024, namun kondisinya kini nyaris tak layak pakai. Dinding retak di berbagai sisi, plesteran mengelupas, dan tembok bagian dalam mulai runtuh.
“Baru selesai, tapi sudah seperti mau roboh. Kalau begini, di mana tanggung jawabnya kontraktor?” tegas salah satu orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya kepada wartawan di halaman sekolah.
Ia menilai proyek itu dikerjakan asal jadi dan mengabaikan standar teknis bangunan pendidikan. “Kami lihat sendiri, temboknya tipis, adukannya tidak kuat. Materialnya seperti asal ambil. Kalau kontraktor serius, tidak mungkin begini hasilnya,” ujarnya dengan nada kesal.
Sejak awal pekerjaan, proyek ini memang menimbulkan tanda tanya besar di kalangan warga. Tak ada papan informasi proyek yang terpampang di lokasi, padahal itu wajib dalam setiap pekerjaan pemerintah. Akibatnya, masyarakat tak tahu sumber dana, lama pengerjaan, dan volume pekerjaan.
“Kami hanya dengar katanya dari dana APBD, tapi tidak tahu pasti. Semua serba gelap. Sekarang bangunannya rusak, kami baru tahu nilainya Rp400 juta,” ungkap seorang warga Desa Baus dengan nada geram.
Ironisnya, proyek tersebut telah dinyatakan selesai 100 persen dan bahkan dilaporkan rampung sejak Desember 2024, meski hingga kini belum diserahkan secara resmi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) TTS kepada pihak sekolah.
“Belum dipakai sudah rusak, belum diserahkan sudah hancur. Ini proyek apa, parodi?” sindir salah satu guru di sekolah itu dengan getir.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Dinas P&K TTS, Jordan Liu, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya membenarkan bahwa pembangunan dua ruang kelas di SD Negeri Fatunake menelan anggaran Rp400 juta.
Ia menegaskan, kerusakan akan diperbaiki oleh CV. Victori karena proyek tersebut masih dalam masa pemeliharaan.
“Benar, dana yang digunakan sebesar Rp400 juta. Kami sudah terima laporan kerusakan itu. Dalam waktu dekat tim dari Dinas akan turun langsung ke lokasi untuk memastikan pihak kontraktor memperbaiki,” ujar Jordan.
Namun, pernyataan tersebut dianggap terlalu normatif dan tidak menyentuh akar persoalan. Warga menilai pernyataan seperti itu sudah sering diulang setiap kali proyek bermasalah.
“Kalimatnya selalu sama: akan diperbaiki, masih pemeliharaan. Tapi yang rusak tidak pernah benar-benar diperbaiki. Kalau bukan pengawasan yang lemah, berarti ada permainan di balik meja,” ujar salah satu aktivis pendidikan di TTS dengan nada tajam.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak CV. Victori belum memberikan tanggapan. Upaya wartawan menghubungi pihak perusahaan tidak membuahkan hasil. Kantor perusahaan di SoE juga tampak sepi tanpa aktivitas.
Masyarakat mendesak Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum untuk tidak sekadar menunggu perbaikan, tetapi mengusut tuntas dugaan kelalaian dan penyimpangan anggaran dalam proyek tersebut.
“Ini bukan hanya tembok yang retak, tapi juga mental dan moral pejabat yang membiarkan proyek pendidikan jadi ajang bancakan,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada keras.
Bangunan dua ruang kelas SD Fatunake kini menjadi simbol bobroknya pengawasan publik — berdiri ringkih di atas puing-puing integritas yang runtuh.
Reporter: Tim Cendana.com
Editor: kaperwil NTT
Redaksi: INVESTIGASI86.COM




