Inhil _ Riau
Diduga dalam kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SDN 12 Keritang sangat menarik perhatian publik.
Masyarakat dan para pengamat pendidikan di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Riau mempertanyakan bagaimana praktik penyimpangan dana BOS bisa lolos dari pengawasan internal, baik dari pengawas Dinas Pendidikan maupun Inspektorat Daerah,di duga adanya main mata antara pihak sekolah dan oknum pengawas.Sabtu (25/10) 2025)
Dalam sambungan telepon yang berhasil dihimpun tim media ini, Kepala Sekolah SDN 12 kecamatan Keritang kabupaten Indragiri Hilir Riau, Amirudin, mengakui bahwa persoalan penggunaan dana BOS tersebut kini sudah ditangani oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Inhil Riau. Ia menyebut bahwa dirinya telah dipanggil dua kali oleh penyidik dan sedang menunggu panggilan ketiga. Sementara itu, kerugian negara akibat penyimpangan dana BOS di sekolah tersebut masih dalam proses penghitungan oleh Inspektorat Kabupaten Inhil.
Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai proses pengawasan dan pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan kabupaten Indragiri Hilir Riau, Amirudin enggan memberikan keterangan lebih dalam. “Itu saya tidak bisa bicara banyak, nanti saja setelah proses selesai,” ujarnya singkat, seolah menyiratkan adanya sesuatu yang belum tuntas di balik peran pengawasan dinas.
Padahal, sesuai dengan mekanisme yang berlaku, pengawasan internal oleh Dinas Pendidikan dan Inspektorat semestinya menjadi benteng pertama dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana BOS. Fakta bahwa dugaan penyimpangan ini baru terungkap setelah bergulir ke ranah hukum menjadi tanda tanya besar: apakah selama ini fungsi kontrol internal hanya menjadi formalitas tanpa ketegasan?.
Dari hasil penelusuran lapangan, ditemukan pula indikasi bahwa hampir 90 persen belanja dana BOS SDN 12 kecamatan Keritang dilakukan di satu toko yang sama, yakni Toko SH Mandiri, mulai dari pembelian alat tulis kantor (ATK), lemari, hingga barang elektronik.
Kondisi ini memunculkan dugaan praktik mark up harga dan transaksi fiktif. Apalagi ditemukan pula sejumlah barang yang tercantum dalam laporan pertanggungjawaban (SPJ) ternyata tidak pernah ada secara fisik di sekolah.
“Kalau benar begitu, maka ini bukan hanya kelalaian administrasi, tapi sudah mengarah pada pola korupsi yang terstruktur,” ungkap seorang pengamat pendidikan lokal yang enggan disebut namanya. Ia menambahkan, “Tidak mungkin laporan keuangan bisa lolos dari pemeriksaan tanpa ada yang ‘membantu’ di tingkat dinas.” Jelasnya lagi.
Publik kini menanti langkah tegas dari Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membuka “Kotak Pandora” dugaan korupsi dana BOS yang disebut-sebut melibatkan jaringan terstruktur antara pihak sekolah dan oknum di lingkungan Dinas Pendidikan.
Dalam konteks hukum, kasus ini jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan bahwa korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jika benar terbukti, para pihak yang terlibat bukan hanya dapat dijerat dengan pidana penjara, tetapi juga harus mengembalikan seluruh kerugian keuangan negara serta menghadapi sanksi administratif dan etik.
Kasus SDN 12 kecamatan Keritang ini menjadi cermin buram tata kelola pendidikan di daerah. Bagaimana mungkin dana publik yang seharusnya digunakan untuk mencerdaskan anak bangsa justru dijadikan ladang bancakan oleh oknum yang diberi amanah.
Kini, masyarakat menunggu keberanian aparat untuk menelusuri lebih dalam: apakah SDN 12 kecamatan Keritang hanyalah satu dari sekian banyak sekolah yang menjadi korban sistem korupsi dana BOS yang sudah mengakar di tubuh birokrasi pendidikan?Catatan Redaksi:Sebagai media yang menjunjung tinggi prinsip independensi dan keberimbangan, redaksi membuka ruang hak jawab bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap pemberitaan ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Indra TT





