Soe,INVESTIGASI86.com Ketua Forum Pemerhati Demokrasi Timor (FPDT), Doni Tanoen, SE, menyoroti dengan keras tindakan seorang guru sekaligus wali kelas di SMP Negeri Amanuban Selatan yang memulangkan siswa bernama Beni Misa hanya karena tunggakan iuran komite. Menurutnya, peristiwa ini bukan sekadar persoalan etika, melainkan juga pelanggaran serius terhadap hak-hak anak dan aturan hukum yang berlaku.
“Kalau tindakan seperti ini dibiarkan, jangan heran angka putus sekolah di TTS terus tinggi. Bagaimana tidak, seorang anak bisa kehilangan hak pendidikan hanya karena uang komite,” tegas Doni.
FPDT meminta Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten TTS bertindak cepat serta menjatuhkan sanksi nyata kepada guru bersangkutan. Doni merinci beberapa bentuk sanksi yang seharusnya diberikan:
- Teguran Resmi – Kepala sekolah atau dinas harus memberikan peringatan keras agar tindakan serupa tidak terulang.
- Pelatihan Khusus – Guru wajib mengikuti pelatihan mengenai hak-hak siswa dan pengelolaan kelas inklusif, agar tidak lagi bertindak diskriminatif.
- Sanksi Administratif – Guru dapat dikenakan sanksi berupa penundaan kenaikan gaji atau pencabutan hak-hak tertentu sesuai ketentuan kepegawaian.
Doni menegaskan, kasus ini juga masuk ranah hukum. Ia mengutip UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 34 ayat (1) yang mewajibkan setiap anak usia 7–15 tahun mendapatkan pendidikan dasar. Selain itu, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak.
“Dengan memulangkan siswa karena uang komite, guru itu telah melanggar undang-undang. Ini bukan soal kecil. Ini soal masa depan anak, sekaligus cermin bobroknya sistem pendidikan jika tidak segera ditindak,” pungkas Doni dengan nada tegas.
Doni berkomitmen mengawal kasus ini dan mendesak agar pihak sekolah maupun Dinas P & K TTS tidak tutup mata, demi memastikan dunia pendidikan di TTS benar-benar berpihak pada anak, bukan pada pungutan.