SoE, INVESTIGASI 86.COM– Inilah wajah getir pemerintahan di TTS. Ketika rakyat di Kuatae dan Oeleu berjuang melawan dingin malam tanpa rumah, Pemda TTS justru larut dalam euforia acara-acara seremonial. Janji relokasi hanya tinggal catatan rapuh di atas kertas.
Kenyataan pahit ini diungkap telak oleh Nikodemus Manao, Koordinator Umum Aliansi Gerakan Perubahan (AGP). Dengan suara yang meledak penuh amarah, ia menelanjangi kepura-puraan Pemda TTS.
> “Saudara-saudara kita korban bencana sudah dijanjikan relokasi, tapi sampai hari ini tidak ada bukti. Mereka kembali ke tempat lama yang berbahaya. Apa Pemda harus tunggu ada korban jiwa dulu baru bergerak?” bentak Niko, Jumat (12/09/2025).
Lebih pedis lagi, ia menguliti alasan Pemda yang kerap berlindung di balik kata “tidak ada anggaran.”
> “Untuk perjalanan dinas, ada dana. Untuk pesta, ada dana. Untuk panggung hiburan, ada dana. Tapi untuk rakyat yang rumahnya hancur, katanya tidak ada dana? Itu bukan alasan, itu penghinaan! Pemda tidak bekerja untuk rakyat, tapi untuk kesenangan diri sendiri,” tudingnya keras.
Padahal, ada jalan keluar yang sudah terbuka. Satu keluarga di Tahun rela menyediakan lahan untuk relokasi. Tinggal negosiasi, tapi Pemda memilih bungkam.
Di tengah penderitaan itu, Pemda TTS justru seakan berpesta di atas luka rakyatnya.
> “Kalau masyarakat Kuatae dan Oeleu terus diabaikan, jangan salahkan saya kalau tanggal 27 dan 28 nanti saya turun ke jalan. Saya tidak punya kepentingan politik. Saya bicara karena saya bagian dari mereka yang jadi korban. Kalau memang Pemda tidak mampu, katakan jujur ke rakyat, jangan menari di atas penderitaan rakyat sendiri,” ancam Niko lantang.
Kritik ini bukan sekadar letupan emosi. Ia adalah tamparan keras terhadap wajah kekuasaan yang lebih sibuk dengan pencitraan daripada kemanusiaan.
Rakyat kini bertanya: untuk siapa sebenarnya Pemda TTS bekerja? Untuk rakyat yang menderita, atau untuk kursi kekuasaan yang nyaman?