SoE, INVESTIGASI86.COM – Forum Pemerhati Demokrasi Timor (FPDT) melontarkan kritik pedas terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Lembaga yang seharusnya menjadi corong rakyat ini justru dinilai kehilangan wibawa karena banyak anggotanya lebih rajin bepergian ke luar daerah dibanding menjalankan tugas utama di kantor dewan.
Ketua FPDT, Doni Tanoen, menegaskan bahwa fakta di lapangan menunjukkan adanya sejumlah anggota DPRD TTS yang malas masuk kantor, enggan hadir dalam kegiatan internal, bahkan sering absen dalam rapat maupun sidang paripurna. Namun, ketika berbicara soal perjalanan dinas keluar daerah, semangat para wakil rakyat itu justru sangat tinggi.
> “Fenomena ini sangat memalukan. Pertanyaannya, apakah perjalanan dinas tersebut sungguh memberi manfaat nyata bagi masyarakat TTS atau hanya menjadi ajang pelarian dari tanggung jawab sebagai wakil rakyat?” ujar Doni dengan nada geram, Senin (8/9/2025).
Doni menilai, kondisi ini memperlihatkan lemahnya pengawasan internal DPRD. Pimpinan dewan bersama para ketua fraksi dianggap lalai menegakkan tata tertib dan disiplin. Doni menegaskan, sudah saatnya pimpinan DPRD bersikap tegas.
> “Anggota dewan yang malas berkantor dan malas ikut sidang seharusnya jangan diizinkan melakukan perjalanan dinas. Itu bentuk pemborosan anggaran rakyat. Jangan biarkan DPRD menjadi lembaga yang hanya tahu menghabiskan uang daerah tanpa kinerja jelas,” tegasnya.
Lebih lanjut, Doni menyoroti bahwa tugas utama seorang anggota DPRD bukanlah bepergian ke luar daerah, melainkan bersuara lantang saat rapat dan sidang paripurna. Menurut Doni, rapat dan sidang adalah ruang terhormat di mana wakil rakyat menyampaikan pikiran, kritik, dan aspirasi masyarakat yang diwakili.
> “Bagaimana bisa masyarakat percaya kalau kantor saja malas masuk, sidang malas hadir, bicara pun enggan? Rakyat tidak memilih bapak dan ibu dewan untuk sekadar menikmati fasilitas dan jalan-jalan. Mereka dipilih untuk bekerja, mengawasi, dan memperjuangkan kepentingan daerah,” sindir Doni tajam.
Selain soal kedisiplinan, Doni juga menyoroti masalah serius terkait ketidakpatuhan DPRD TTS terhadap jadwal dan kalender persidangan, khususnya pada agenda vital seperti pembahasan APBD induk, APBD perubahan, maupun RPJMD.
Menurut Doni, kebiasaan menunda dan tidak disiplin dalam mengikuti jadwal berujung pada pembahasan yang terburu-buru, hanya mengejar tenggat waktu, bahkan sekadar formalitas untuk ketok palu. Akibatnya, dokumen perencanaan dan anggaran yang lahir tidak mencerminkan kondisi riil daerah maupun kebutuhan mendesak masyarakat.
> “Kalau terus dibiarkan, DPRD hanya akan menjadi mesin stempel pemerintah. Sidang hanya jadi formalitas, tanpa analisis mendalam, tanpa aspirasi rakyat yang benar-benar diperjuangkan. Lalu apa gunanya lembaga DPRD ini ada kalau hanya jadi pelengkap penderita?” tanya Doni dengan nada menohok.
Doni menegaskan, DPRD TTS harus segera berbenah. Disiplin kehadiran harus ditegakkan, tata tertib harus dijalankan, dan fungsi representasi rakyat harus dikembalikan pada jalurnya. Tanpa perubahan itu, DPRD TTS tidak ubahnya sekumpulan pejabat yang menikmati fasilitas negara, tetapi mengabaikan amanah rakyat.
> “Kalau DPRD terus begini, masyarakat berhak marah. Jangan salahkan rakyat kalau nanti menyebut DPRD sebagai lembaga pemalas dan tukang plesiran. Ingat, rakyat memilih bukan untuk dimanfaatkan, tapi untuk diwakili dengan kerja keras dan tanggung jawab,” tutup Doni.