More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bantul
Batam
Bengkulu Utara
Berita Kriminal
Blitar
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Garut
Gunung Kidul
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Hiburan
Iklan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Jayapura
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Buru
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Karimun
Kesehatan
Kota Dumai
Kota Magelang
Kota Manado
Kota Semarang
Labuhan Batu
Maluku Tenggara
Merangin
Narasi dan Opini
Papua
Pekanbaru
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Maluku
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Provisi Maluku Utara
Sejarah
Sleman
Tanggamus
Ternate
Tidore
Tidore Kepulauan
Timor Tengah Selatan
Trenggalek
Video
Way Kanan
Yogyakarta
Yogyakarta

Panggil Aku Duanu : Mangrove, Martabat, Dan Perjuangan Di Pesisir

Di pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, ada sebuah komunitas yang telah hidup, berlayar, dan menjaga laut selama berabad-abad Suku Duanu. Mereka bukan pendatang baru di sini. Sejak masa kerajaan, Duanu telah menjadi bagian dari sejarah panjang penjagaan perairan dan hutan bakau. Namun, kisah mereka jarang sekali sampai ke panggung nasional.

Sejak tahun 1999, komunitas ini mendeklarasikan diri sebagai Suku Duanu, meninggalkan sebutan “Orang Laut” yang selama ini disematkan kepada mereka. Bukan tanpa alasan. “Orang Laut” kerap menjadi label yang sarat stigma: kotor, tak berpendidikan, rendah ilmu. Stigma ini tidak hanya menyakitkan, tetapi juga menimbulkan diskriminasi sistemik. Anak-anak Duanu yang bersekolah sering menjadi korban bullying. Perempuan Duanu pun kerap mendapat pandangan negatif di ruang publik.

“Panggil kami Duanu,” adalah pernyataan identitas sekaligus perlawanan damai. Mereka ingin diakui sebagai masyarakat adat dengan martabat penuh, bukan sekadar catatan kaki di sejarah daerah.

Kearifan lokal Duanu begitu kuat dan relevan untuk masa kini. Mereka memiliki prinsip yang diwariskan turun-temurun: “Hoyyu Barau Untuk Bertedoh, Usah Ditebang Bia Nyu Tumboh” Hutan bakau untuk berteduh, jangan ditebang, biarkan tumbuh. Aturan adat mereka melarang meracun ikan, melarang menebang mangrove sembarangan, dan melarang mengambil kerang dengan alat merusak. Semua itu demi satu tujuan, keberlanjutan sumber daya alam.

Ironisnya, justru saat mereka setia menjaga, ancaman datang dari luar. Penggunaan alat tangkap merusak seperti sondong dan trawl mini, racun ikan di sungai, serta minimnya pengawasan membuat ekosistem pesisir rusak. Ketika mangrove hilang, kebun masyarakat yang berada di belakangnya ikut lenyap tergerus abrasi dan intrusi air laut. Bagi Duanu, itu berarti hilangnya sumber nafkah yang telah menopang mereka selama generasi.

Duanu bukan sekadar pelaut. Mereka adalah benteng alami yang melindungi kebun-kebun rakyat dari ancaman abrasi. Peran ini seharusnya membuat kita semua bersyukur akan keberadaan mereka. Pemerintah daerah dan nasional semestinya mengutamakan perlindungan wilayah pesisir dari izin-izin perusahaan yang merusak. Skema perhutanan sosial perlu menjadi prioritas, agar masyarakat adat seperti Duanu bisa menjadi pengelola utama wilayahnya sendiri.

Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, yang jatuh setiap 9 Agustus, berdekatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-80. Dua momentum ini seharusnya menjadi pengingat bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya terbebas dari penjajahan, tetapi juga dari stigma, diskriminasi, dan perampasan ruang hidup. Duanu berhak merdeka dari bullying dan narasi negatif.

Di tangan Duanu, pelestarian mangrove bukan sekadar wacana. Ini adalah kehidupan. Dan di tangan kita semua, masa depan mereka dan pesisir Indonesia akan ditentukan. Jika mereka mampu menjaga selama berabad-abad dengan kearifan lokal, tidakkah kita malu jika dengan semua pendidikan dan teknologi kita justru gagal melindunginya?

Mereka bukan hanya penjaga laut, tetapi juga penjaga martabat kita sebagai bangsa yang mengaku beradab. Maka, mari kita mulai memanggil mereka dengan nama yang mereka pilih : Duanu.

Oleh : Zainal Arifin Hussein
Aktivis BDPN / Dosen Ekonomi UNISI

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!