More results...

Generic selectors
Cari yang sama persis
Cari berdasarkan judul
Cari berdasarkan konten
Post Type Selectors
Filter by Categories
Bandar Lampung
Bantul
Batam
Bengkulu Utara
Berita Kriminal
Blitar
Catatan Muslim
Daerah
Edukasi
Garut
Gunung Kidul
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Hiburan
Iklan
Internasional
Investigasi
Jakarta
Jayapura
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Buru
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rokan hilir
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak
Kabupaten Tulang Bawang
Karimun
Kesehatan
Kota Dumai
Kota Magelang
Kota Manado
Kota Semarang
Labuhan Batu
Maluku Tenggara
Merangin
Narasi dan Opini
Papua
Pekanbaru
Provinsi BALI
Provinsi Banten
Provinsi Bengkulu
Provinsi DIY
Provinsi Jambi
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kepri
Provinsi Lampung
Provinsi Maluku
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Riau
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sumatera barat
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatra Utara
Provisi Maluku Utara
Sejarah
Sleman
Tanggamus
Ternate
Tidore
Tidore Kepulauan
Timor Tengah Selatan
Trenggalek
Video
Way Kanan
Yogyakarta
Yogyakarta

Pungutan Liar Bermodus Dana Taktis Bentuk Kejahatan Kemanusiaan

KUPANG, Investigasi86.com — Praktik pungutan liar dengan alasan “dana taktis” terhadap tenaga kesehatan dinilai sebagai tindakan kejahatan kemanusiaan sekaligus tindak pidana korupsi. Hal ini ditegaskan Advokat Herry Battileo, SH, MH, yang menyoroti potensi penyimpangan di lapangan.
“Apapun alasannya, tidak boleh ada pemotongan hasil kerja tenaga kesehatan dengan dalih dana taktis. Itu masuk kategori kejahatan kemanusiaan, dan dalam hukum jelas terbaca sebagai tindak pidana korupsi,” kata Herry saat ditemui wartawan di Kupang, Jumat (3/10/2025).

Herry yang juga pendiri sekaligus pengawas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surya NTT menegaskan bahwa tenaga kesehatan (nakes) merupakan ujung tombak pelayanan publik. Menurutnya, memotong hak mereka sama saja dengan meruntuhkan pilar kesehatan masyarakat.
“Kalau masyarakat sakit, kesehatan terganggu, bagaimana mereka bisa berpikir jernih dan belajar dengan baik? Tenaga kesehatan adalah salah satu tolok ukur kecerdasan bangsa,” ujarnya.
Dugaan Pemotongan 10–20 Persen

Lebih lanjut, Herry mengungkapkan adanya dugaan praktik pemotongan 10 hingga 20 persen terhadap insentif nakes di sejumlah puskesmas dengan dalih dana taktis. Pola ini, menurutnya, berpotensi menurunkan semangat kerja dan membuka ruang penyimpangan administrasi.
“Kalau pemotongan ini terjadi, nakes bisa saja terpaksa membuat laporan fiktif, termasuk SPJ yang tidak sesuai fakta,” jelasnya.

Herry yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Media Online Indonesia (MOI) NTT menambahkan, dalam satu tahun anggaran, puskesmas rata-rata mengelola sedikitnya Rp1 miliar dengan empat kali pencairan. Jika terjadi pemotongan 10 persen, potensi kebocoran dana bisa mencapai Rp100 juta setahun.
“Parahnya, pemotongan ini kerap disebut sebagai kesepakatan bersama. Faktanya, tidak semua nakes setuju. Mereka terpaksa menandatangani daftar karena takut dipindahkan ke Pustu yang jauh. Lebih buruk lagi, uang hasil pungutan tidak dipertanggungjawabkan dengan jelas, dan diduga dimakan sendiri oleh oknum kepala puskesmas serta bendahara,” ungkapnya.
Seruan Pencegahan, Bukan Sekadar Penindakan

Herry, yang juga Ketua DPC PERADI Kabupaten Kupang, menilai kejahatan serupa banyak terjadi di berbagai daerah. Ia mengingatkan pentingnya pencegahan sebelum kerugian negara membesar.
“Kalau aparat penegak hukum peka, praktik ini bisa dicegah sejak awal. Jangan tunggu sampai terjadi baru diekspos sebagai keberhasilan penindakan. Lebih baik mencegah kebocoran daripada negara terus-menerus dirugikan,” tegasnya.
Ia mencontohkan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengingatkan agar aparatur negara segera mengembalikan uang negara jika terbukti menyalahgunakan anggaran. “Kalau korupsi Rp100 juta, lalu hanya dikembalikan Rp10 juta, negara tetap rugi Rp90 juta. Belum lagi biaya memberi makan, kesehatan, dan fasilitas bagi pelaku selama di lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.
Apresiasi untuk Bupati dan Kajari Kupang

Di akhir wawancara, Herry memberikan apresiasi kepada Bupati Kupang yang menurutnya telah menunjukkan langkah pencegahan nyata.
“Setelah 100 hari dilantik, beliau memerintahkan audit penggunaan dana desa. Ketika ditemukan penyimpangan, langsung diperintahkan untuk mengembalikan uang ke kas negara. Itu luar biasa,” kata Herry.
Ia juga mengapresiasi langkah Kejaksaan Negeri Kupang di bawah kepemimpinan Kajari Selan, yang memeriksa penggunaan anggaran pembangunan puskesmas dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) senilai puluhan miliar rupiah. “Faktanya, IPAL yang dibangun tidak berfungsi sama sekali. Itu tanggung jawab kadis, PPK, dan bendahara,” katanya menutup pembicaraan.

Klik tombol tindakan dibawah sesuai pilihanmu untuk membagikan informasi ini!