Soe, INVESTIGASI86.COM– Ketua Fraksi Partai Perindo DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Marthen Natonis,S.Hut.M.Si, dengan tegas menyuarakan keprihatinannya terhadap lambatnya proses relokasi korban bencana longsor di Kuatae. Dalam pernyataannya kepada media ini, Marten menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak boleh membiarkan penderitaan pengungsi berlarut hingga “berulang tahun” tanpa kepastian.
“Relokasi pengungsi Kuatae yang hingga kini belum terealisasi cepat, menimbulkan tanda tanya besar sekaligus rasa kecewa di tengah masyarakat. Jangan sampai pengungsi yang sudah berbulan-bulan hidup serba terbatas dibiarkan berulang tahun dalam ketidakpastian,” tegas Marten, Sabtu (13/9/2025).
Menurutnya, keterlambatan relokasi ini memperlihatkan lemahnya koordinasi antar-instansi pemerintah dan rendahnya komitmen dalam menempatkan kemanusiaan sebagai prioritas utama. Ia menilai bahwa relokasi bukan sekadar membangun rumah baru, melainkan juga pemulihan martabat, hak dasar, dan masa depan warga yang menjadi korban.
“Alasan teknis, birokrasi, bahkan tarik-menarik kepentingan politik tak bisa lagi dijadikan pembenaran. Setiap hari para pengungsi hidup dalam ketidakpastian, anak-anak tumbuh di tempat yang tidak layak, kesehatan terabaikan, dan martabat manusia seolah dinomorduakan. Ini adalah bentuk pengabaian hak dasar warga negara,” tandasnya.
Fraksi Perindo secara resmi mendesak Pemerintah Daerah TTS di bawah kepemimpinan Bupati Eduard Markus Lioe (Buce) dan Wakil Bupati Army Konay agar mengambil langkah cepat dan berani. Sejumlah poin penting yang ditekankan, antara lain:
Menetapkan lokasi relokasi secara tegas dan final, agar tidak ada lagi tarik-menarik kepentingan.
Menyediakan anggaran yang jelas, transparan, dan tidak berbelit, sehingga proses tidak terhambat alasan teknis.
Memperkuat koordinasi lintas lembaga, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten agar semua bergerak serentak.
Menyediakan hunian sementara (huntara) sembari menyiapkan hunian tetap (huntap) di lokasi yang aman dan tidak rawan bencana.
Memastikan akses pendidikan dan pekerjaan bagi korban Kuatae, agar kehidupan mereka kembali normal.
Fraksi Perindo juga mendorong agar relokasi Kuatae dimasukkan dalam perubahan APBD 2025 dan anggaran induk 2026 sebagai program prioritas utama.
Marten menilai, lambannya pemerintah dalam mengambil keputusan tegas adalah bukti nyata lemahnya kepemimpinan dalam menghadapi situasi darurat kemanusiaan.
“Korban longsor itu bukan angka di atas kertas, mereka adalah manusia yang kehilangan rumah, rasa aman, bahkan masa depan anak-anaknya. Menunda keputusan sama artinya memperpanjang penderitaan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, jika Bupati tidak segera mengambil keputusan final, maka wibawa pemerintah daerah akan runtuh di mata rakyat. “Pak Bupati tidak boleh ragu-ragu. Pemimpin yang ragu-ragu hanya melahirkan penderitaan baru,” imbuhnya.
Sebagai contoh solusi, Marten mengingatkan pola penanganan bencana banjir di Desa Bena pada 2018–2019, ketika pemerintah daerah langsung menginstruksikan OPD terkait untuk membangun dan merehabilitasi rumah warga terdampak.
“Saat itu masalah bisa diselesaikan karena pemerintah bertindak cepat. Pola itu bisa diadopsi untuk Kuatae. Kondisi sekarang justru harus dikeroyok bersama-sama, bukan menunggu. Partai politik pun siap ambil bagian, tapi pemerintah daerah tetap harus berada di garda terdepan,” katanya.
Marten juga mengingatkan bahwa cuaca di TTS semakin tidak menentu, dan musim hujan sudah di depan mata. “Kalau hujan deras turun sekarang, saya tidak bisa bayangkan nasib saudara-saudara kita yang masih bertahan di GOR. Mereka sudah lama menderita, jangan biarkan penderitaan ini diperpanjang,” ucapnya penuh keprihatinan.
Sebagai penutup, Marten menegaskan bahwa Fraksi Perindo akan membawa isu ini ke forum paripurna DPRD TTS. “Kami akan terus mendesak agar relokasi korban bencana Kuatae segera diputuskan. Ini soal kemanusiaan, bukan politik. Pemerintah harus hadir nyata untuk rakyatnya,” pungkasnya.